Ciptakan Habits, Jangan Asal Praktis
Dakwah adalah perintah Allah, dakwah bisa menggunakan sarana apapun. Dakwah pun bisa kapan saja. Namun, jika tak bertarget semua akan sia-sia. Sebab, dakwah juga meniscayakan konsisten atau habits.
Dakwah opini, di era digital hari ini sudah bukan hal yang asing lagi. Banyak bermunculan web , blog atau platform berita yang menerima semua genre tulisan termasuk opini Islam idiologis. Hal ini meniscayakan tumbuhnya komunitas menulis, pelatihan dan tentu outputnya, yaitu penulis-penulis baru.
Mereka di”target” untuk menghasilkan tulisan setiap bulannya sekian tulisan, bergantung kemampuan, tema disusun supaya seragam dan telak pukulannya kepada kebijakan kerusakan bin batil di tengah masyarakat. Mereka harus lihai memainkan kata-kata agar tidak terjerat UU ITE dan SEO, demikian pula mereka diminta lihai memparafrase tulisan agar lolos persyaratan anti plagiasi dari beberapa media.
Semua itu bagian dari seni menjadi penulis, siapapun mau senior atau junior pasti melakukan hal yang sama. Artinya ritme menulis mereka tetap demikian, hingga mereka bisa setlle dan mendapatkan kedudukannya hari ini. Inilah proses, sejatinya apapun pekerjaannya, pasti butuh proses untuk mencapai target tertentu, terutama sukses.
Namun sayang, di tengah-tengah keriuhan dunia tulis menulis, masih saja ada penulis yang maunya ambil jalan pintas. Bersikap praktis. Enggan berproses bahkan tak ada adab. Itu terjadi pada saya, salah satu tulisan saya diplagiat 100 persen, hanya ada beberapa parafrase di judul dan beberapa paragraf isi. Menyebalkannya, penulis itu tidak menyebutkan sumber berita (artinya nama saya) dan ketika mengakui perbuatannya semua dilakukan tanpa ada niat apa-apa.
Jelas saya meradang, adab apa itu? melakukan sesuatu tanpa niat, padahal setiap amal harus ada niat, itulah mengapa ada doa sebelum melakukan sesuatu, hal itu dimaksudkan sebagai afirmasi positif, agar saat melakukan kita bisa fokus , yaitu lillahi taala.
Menurut pihak redaksi web tersebut, tulisan itu sudah sesuai dengan batas maksimal plagiasi yang mereka terima, makanya bisa lolos dan bisa tayang media. Mungkin tulisan saya bukan salinan media nasional jadi tidak terdeteksi aplikasi plagiasi, apalagi aplikasi gratisan, jadi minim kapasitasnya tambah pihak redaksi.
Saya tak mempermasalahkan bagi siapapun share tulisan saya, bahkan memodifikasinya, menjadikan inspirasi dan lain sebagainya, namun menjiplak tanpa mencantumkan sumbernya hingga 100 persen adalah tindakan yang terlalu jauh, bahkan artinya tidak menghargai tulisan penulis lain.
Memasang foto atau gambar sebagai tambahan dalam tulisan saja etikanya kita diminta untuk menyertakan sumbernya, sebagai bentuk apresiasi kepada senimannya atau siapapun yang memproduksinya pertama kali. Bukankah tulisan juga demikian?
Saya minta redaksi untuk menghapus tulisan penulis penjiplak itu. Sebagai sesama penulis, saya mempertanyakan dimana penghargaan penulis itu kepada karya penulis lain? Mengagumi boleh, tapi menjiplak jangan. Bukankah lebih bijak jika menajamkan pena, menambah jam duduk, menambah target jumlah tulisan agar semakin bernas?
Penulis handal tidak lahir dari jalan instan, asal kopas, jiplak dan salin. Mereka adalah pejuang gigih yang menghadapi rintangan dengan sadar dan konsisten. Banyaknya jumlah tulisan bukan ukuran, tapi isi yang mudah dicerna dan maksud yang mudah dipahami dari apa yang ditulisnya itulah target utamanya.
Apalagi pengemban dakwah, tulisan yang ia sebar tentulah bukan sekadar mengeluarkan ide, tapi berupa kebenaran Islam, kupasan yang mendalam berdasar Alqur’an dan Sunnah, mana mungkin ditempuh dengan cara yang tidak terpuji?
Allah SWT berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” ( TQS Ath-Thalaq : 2-3).
Takwa adalah modal utama penulis, sebab setiap amal ada hisabnya. Jika yang ingin kita sampaikan adalah indahnya Islam dan solusi satu-satunya bagi persoalan umat, maka pantang bukan dilakukan dengan cara bertentangan dengan syariat, yaitu curang. Adab patut dikedepankan, sebab itulah karakter seorang muslim.
Semoga Allah memudahkan upaya kita dalam perjuangan penegakan sistem terbaik dari Allah yaitu Islam, semoga kita pun senantiasa dijaga Allah dari perbuatan yang mungkin tanpa kita sadari menyeret pada perbuatan zalim, aamiin. Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar