Jelly, Allah Lebih Menyayangimu




Tak bisa kubendung tetesan air mata ini, mana kala dokter yang sedang menangani Jelly mengatakan tak ada respon dari jantungnya. " Jelly sudah gak ada Bu, saya ikut berduka". Ya Allah, Engkau lebih menyayanginya daripada kami. 


Pagi tadi, selepas shalat Subuh, tak biasa Jelly tidak bersama kami, biasanya sejak sebelum shalat dia sudah duduk manis menghadap ke luar pintu mushala menunggu kami selesai shalat dan "Salim" sekaligus bonus pijat dan gelitik. Anak perempuanku yang bertugas memberi "sarapan" hingga bertanya, kemana Jelly? Tak berselang lama, dari balik gerbang pagar depan aku melihat empat kaki berbulu berjalan menuju rumah. " Itu dik! Jelly, Jelly, ayo makan".




Lahap sekali makannya seperti biasa, lalu keluar rumah, setengah jam kemudian masuk lagi tapi melolong-lolong aneh dan terdengar muntah di kamar mandi . Suami yang terkejut kemudian menghampiri dan melihat mulut jelly sudah mengeluarkan buih putih. Banyak sekali dan terlihat Jelly panik, kami pun demikian, Ya Allah, apakah Jelly keracunan?


Sambil membersihkan lantai bekas muntahan Jelly, suami meminta aku telpon dokter hewan langganan, ternyata beliau ke Madiun, demikian pula anaknya yang juga dokter hewan. Bulan ini memang banyak yang pulang kampung karena libur sekolah akhir semester. 




Anak lelakiku akhirnya gogling, dokter mana yang terdekat dan buka, karena rata-rata terpasang alamat tapi buka jam 7 atau jam 10 siang, mana bisa Jellyku bertahan? Dan Alhamdulillah, kami menemukan praktik dokter sekaligus pet shop 24 jam di Sidoarjo kota. Segera saja aku dan anak lelakiku meluncur ke sana. Ternyata di pintu tergantung tulisan tutup. Ya Allah, tapi tetap kuputuskan untuk turun dari sepeda motor dan mengetuk pintu, pencet bel ( yang belakangan aku tahu saking paniknya) berharap ada rezeki bagi Jellyku untuk ditangani. 


Alhamdulillah, pintu terbuka, seorang bapak-bapak mengatakan kami libur, tapi ketika kusampaikan keadaan daruratnya beliau meminta kami menunggu. Tak berapa lama, dokter ( istri si bapak) keluar dan meminta kami masuk. Jelly segera diperiksa, dinaikkan ke meja periksa, kondisi sudah lemas tapi masih bisa merespon kami. Tindakan segera dilakukan, infus pun sudah terpasang, beberapa suntikan anti racun dan anti kejang juga sudah masuk, tapi badan Jelly yang semula kejang sesekali menunjukkan kondisi yang makin parah. 



Badannya mengejang, hingga mata sebelah kirinya memerah yang menurut dokter itu pendarahan. Ya Allah, pasti rasanya sakit sekali, zikir terus kulantunkan, terus meminta yang terbaik untuk Jelly, namun aku masih berharap ia kembali, menjadi kawan dan sahabat menggemaskan lagi. Pulang dalam keadaan sehat. Meski dalam hati berbisik, akan seperti apa kondisinya pasca sembuh dari keracunan. Sebab, meski penyuka kucing aku termasuk awam dalam hal pengobatan. 


Sempat jarum infus bengkok karena kejangnya Jelly yang luar biasa. Akhirnya terpaksa dokter melakukan tindakan ulang, dokter menenangkanku, ini Ndak terasa Bu, dia sudah gak sadar. Ketika tindakan memperbaiki infus sudah selesai, Jelly pun terlihat tenang. Nafasnya terlihat perlahan, sesekali kejang muncul namun tak hebat. Alhamdulillah, anti kejangnya sudah bereaksi Bu, kata dokter menenangkanku. Zikir terus kulantunkan, entah mengapa, aku belum melihat ada yang lebih menenangkan lagi. 



Tiba-tiba, dokter memegang dada Jelly, memijatnya sedikit keras dan memanggil nama Jelly berkali-kali, beliau bilang Jelly Ndak ada respon Bu. Ya Allah, apakah Jelly mati? Di saat itu aku melihat ada sekali tarikan nafas dari Jelly, namun setelah hilang. Pupil mata pun sudah terbalik. Benar-benar ini tanda kematian. 


Aku masih menanyakan adakah kemungkinan menunggu beberapa saat lagi barangkali ada respon dari Jelly. Dokter tak menjawab, malah mematikan selang oksigen, menggunting perekat infus dan mengambil jarumnya. Kemudian mengatakan ," ibu, Jelly sudah gak ada, saya ikut berduka. Tanda-tandanya jelas, mata seperti itu dan detak jantungnya tidak ada". Airmata seketika mengucur, badan dan kepala Jelly masih hangat, bulunya pun masih halus ketika kuacak-acak. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Allah lebih menyayangimu Jelly. 


Kami segera pulang, setelah sebelumnya di grup keluarga anak lelakiku kuminta mengabari ayahnya dan minta untuk menggali lubang. Ya Allah, jika ini memang takdirMu mengapa airmata ini tak berhenti mengalir, tanpa sadar aku meminta ampun kepada Allah jika saja selama ini kami merawat jelly kurang baik bahkan mungkin menzalimi. Meski surga kami berbeda, bahkan menurut beberapa cerita hewan tak memiliki surga, namun ia makluk ciptaan Allah yang bisa jadi hikmahnya menjadi tempat kami berbagi kasih sayang. 


Allah lebih sayang Jelly, tentulah ini yang terbaik. Apa yang kami mampu iktiarkan sudah kami lakukan. Dia datang baik-baik ke rumah kami, pulang pun baik-baik. Tak sedikitpun meninggalkan kesan buruk, karena Jelly kucing yang baik dan tak pernah merepotkan. Kemanjaannya, meski seringkali ia disangka jantan telah memenuhi hari-hari kami. Suami yang tak suka kucing, tetap mendapat elusan Jelly yang pada akhirnya membuat ia sayang juga. Selamat jalan Jelly, Allah lebih menyayangimu. Kelak, kita pun sama, akan kembali kepada Allah, penciptamu dan pencipta kita semua. 


Sidoarjo, 9 Juli 2023

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer