Muhammad Al-Fatih 1453


Saya salah satu penggemar Felix Y. siauw, salah satu penulis tanah air yang begitu renyah ketika bercerita lalu menuliskannya. Hampir semua karyanya saya usahakan untuk bisa memilikinya. Dan yang paling viral adalah buku ini, begitu fasihnya menceritakan sosok pembebas Konstantinopel yang muda, bertakwa dan menjadi bukti bisyarah (kabar gembira) janji Allah kepada RasulNya melalui sebuah hadis, "Sungguh Konstantinopel pasti akan dibuka (ditaklukkan). Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya," (HR. Bukhari, Ahmad, Hakim, dan lain-lain). 


Apa yang diketahui penulis bahkan pernah dibenturkan dengan pendapat influenzer Abu Janda, dalam sebuah tayangan televisi viral di acara talkshow E-Talkshow tvOne (ILC). Perdebatan tentang pemahaman geopolitik, keagamaan hingga bendera Kekhilafahan Turki Ustmani dan bendera Rasulullah namun di klaim bendera salah satu ormas Hizbut Tahrir Indonesia. Abu Janda sukses dipermalukan sebab data Ustaz Felix lebih akurat. Dan itu tertuang secara lugas dan atraktif dalam buku Muhammad Al-Fatih 1453. 


Lebih jauh lagi, buku ini lahir dari keprihatinan Ustaz Felix yang melihat minimnya literasi biografi tokoh-tokoh muslim di negeri ini. Padahal, sejarah bukan hanya tentang masa lalu dan nostalgia. Namun menjadi pengetahuan sebelumnya (maklukat tsabiqoh) yang menjadi unsur utama manusia dalam berpikir selain otak. Bagaimana bisa generasi muslim akan paham dengan agamanya lebih baik jika, gambaran Islam yang utuh tidak pernah dihadirkan dalam kehidupannya?


Pada bab Prologue, pembaca seolah dibawa kembali ke 557 tahun yang lalu pada Maret 1453, dimana Konstantinopel yang indah belum terdengar azan. Posisinya yang strategis, terhampar di daratan berbentuk segitiga seperti tanduk dan terletak di sebelah barat Selat Bosphorus yang memisahkan antara benua Eropa dan Asia. Posisi Konstantinopel di tengah dunia menjadikannya kota pelabuhan paling sibuk di dunia pada masanya. 


Penaklukan Konstantinopel bukan sekadar keinginan untuk menguasai, penghargaan, apalagi materi, namun ia adalah sebuah kota yang dijanjikan kepada kaum muslim dari Rasulullah saw. Penaklukan demi penaklukan dilakukan hingga pada masa Sultan Mehmed II, 825 tahun kemudian kerinduan menjemput janji itu nyata. Maka, ekspedisi pembebasan ini bukan ekspedisi biasa. Ini adalah sebuah proses kuatnya keyakinan seorang pemimpin dalam menetapi janji panutan hidupnya, Rasulullah. 


Penaklukan Konstantinopel ini juga menunjukkan betapa kerasnya usaha kaum muslim, tak hanya menyusun rencana, strategi perang namun juga memutakhirkan teknologi perang, baik sumber daya manusianya maupun peralatan perang. Pada masa ini juga dikenal dengan ghazi, dalam bahasa Turki menjadi gelar dan kebangggaan seorang laki-laki muslim, bisa disamakan sebagai pemimpin sebuah kaum, yang juga menandakan identitas mereka sebagai " warrior of faith" , pembela Khilafah Islam. 


Mehmed II lahir pada 29 Maret 1432, ayahnya, Murad II, pada usia 2 tahun dikirim bersama Ahmed, kakak tertuanya ke Amasya, sebuah kota tempat mempelajari pemerintahan dan berbagai kitab fikih, bahasa dan hadis keluarga sultan. Bagi Sultan Murad II, keimanan dan ketakwaan adalah modal dasar peradaban yang kuat. Dan anaknya, Mehmed II, dididik oleh dua ulama terkenal yaitu Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin. Jelas ini bukan main-main. Dan setiap saat dua guru inilah yang mengembuskan semangat bebaskan Konstantinopel. 


Menjelmalah Mehmed II menjadi pemimpin kombinasi sempurna dari sisi Aqliyah dan nafsiyah Islam, namun diremehkan musuh karena usia mudanya. Langkah-langkahnya semakin mendekati saat penaklukan semakin fokus, dari mulai membangun benteng, membuat meriam legendaris, menyusun pasukan, melatih ketrampilan di laut. Hingga yang paling membuat merinding, ketika peta Konstantinopel digelar di atas meja, berkumpul di antaranya komandan perang, penasehat perang dan semua ahli taktik Ustmani.


Bersama Sultan Mehmed II mereka menyusun taktik yang harus dilakukan untuk membangkitkan moral pasukan sekaligus mengubah kondisi perang agar berpihak kepada kaum muslim. Dan Sultan menyadari selama Teluk Tanduk tidak bisa diakses, karena rantai raksasa yang menghalangi pintu masuknya maka selama itu pula kaum muslim tidak akan bisa memenangkan perang. 


Kedua ujung rantai diikat permanen pada menara dinding yang kokoh. Meriam tak mampu menghancurkan, ekspedisi laut telah dilakukan tapi selalu terhalang dengan rantai itu. Maka, dengan suara bergetar, Mehmed II mebgucapkan, " bila kita tak bisa memutuskan rantai itu, kita akan melewatinya". Semua yang hadir paham yang dimaksud melewati rantai raksasa itu melalui jalur darat. 


Artinya lagi, mengangkat kapal-kapal dari Double Columns di Selat Bosphorus melewati daratan Galata menuju Valley of Springs di teluk tanduk emas agar bisa mengatasi rantai raksasa. Meski terdengar mustahil, tapi seluruh pasukan nyatanya lebih semangat. 


Pada 22 April 1953, pasukan Konstantinopel terbangun di pagi karena karena mendengar takbir berkumandang dari arah Teluk Tanduk Emas. Mereka berlarian ke menara, dan tampaklah pemandangan yang lebih menggetarkan, dari kejauhan , panji perang Rasulullah berwarna hitam dengan ukiran syahadat ditemani bendera merah-hijau Ustmani dengan lambang bulan sabit berkibar-kibar megah. 


Pemandangan berikutnya yang mengerikan, deretan kapal-kapal Ustmani berjajar rapih di bukit Galata. Beberapa sedang menaikinya dan yang lain telah turun dan berlabuh di Teluk Tanduk Emas. Kapal-kapal itu terus bergerak, bagaikan membelah bukit dengan ketinggian rata-rata 60 meter di atas permukaan laut. Yah, saat itu sudah ada 72 kapal turun ke perairan Konstantinopel , melewati rantai raksasa dan itu hanya semalam. Dengan lirih, para pasukan Konstantinopel berkata, " inilah akhir dari Konstantikopel".


Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menuliskan komentar seorang sejarawan Byzantium tentang peristiwa pengangkatan kapal-kapal Utsmani: "Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang pernah dilakukan oleh Alexander The Great,"


Pada akhirnya, buku ini menyebutkan, Mehmed adalah gabungan dari keberanian, kegigihan dan kecerdasan dalam berjuang. Dia memiliki satu mental penentu, yaitu memberikan yang terbaik dalam setiap pilihan hidupnya. To do whatever it takes. Banyak Muslim di dunia ini yang kalah sebelum berperang, mereka tidak mampu menunjukkan kemampuan maksimal yang mereka miliki. Bahkan, sejak awal mereka meragukan pencapaian yang diinginkankannya. Namun, tidak bagi Sultan Mehmed, sejak awal dia sudah menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemberani karena agama Allah dan hal itu ditunjukkan melalui perbuatan dan kata-katanya dalam setiap kesempatan. Wallahulam bissawab. 



Muhammad Al-Fatih 1453

320 hlm + xxvi;20,5 cm

Penulis: Felix Y. Siauw

Penyunting: Salman Iskandar

Tata Letak: Tim AlFatih Press

Perancang Sampul: Tim AlFatih Press

Penerbit: Alfatih Press

Jl. Jimbaran Raya, Ruko Daan Mogot Baru 1A-14 Kalideres - Jakarta Barat.

e-mail: cs.alfatihpress@gmail.com

www.alfatihpress.com

Cetakan ke-1, Maret 2013

Cetakan ke-2, Mei 2013

Cetakan ke-3, Juli 2013

Cetakan ke-11, Maret 2018

Cetakan ke-12, Oktober 2019

Cetakan ke-13, Juli 2020

Komentar

Postingan Populer