Ketika Tak Ada Naungan Selain Naungan Allah




Malam ini mengikuti shalat tarawih hari ke-6, waktu serasa berlari, memenuhi satu amanah ke amanah lainnya, seolah tak cukup waktu sebab masih saja ada yang tertinggal, terlupa, tidak optimal bahkan hampir tak terjamah, astaghfirullah..semoga Allah memaafkan kelemahan hambaNya ini. 


Khatib sekaligus imam shalat tarawih malam ini memberi mukadimah kultumnya dengan penggalan firman Allah swt berikut,"...Manyahdihillah falah mudhillalah Wa man yudhlil falaa haadiyalah". Yang artinya" Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa yang tersesat dari jalanNya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk". (TQS al-A'raf 178). 


Kemudian melanjutkan dengan menjelaskan ada 7 golongan yang bakal mendapat naungan dari Allah SWT, dimana pada saat itu tidak ada naungan lain selain naungan Allah saja. Salah satu dari ke-7 golongan itu adalah pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah (HR Thahawi). Pemuda yang identik dengan pikiran fresh, tenaga kuat, energik, berdaya imajinasi tinggi dan lainnya. Dengan kata lain, pemuda adalah saat terbaik dalam fase perjalanan manusia dari ia bayi, remaja, dewasa kemudian menua. 


Pemuda seringkali pula dikaitkan dengan penerus bangsa. Pengganti yang tua, melanjutkan perjuangan menggapai cita-cita. Dan Allah telah memberikan ciri-ciri pemuda yang berkualitas hingga disebutkan berhak mendapatkan naungan di hari yang tidak ada naungan lain selain berasal dari Allah SWT. 


Pemuda yang mengisi fase hidupnya dengan terus menerus beribadah kepada Allah SWT. Sedang yang dimaksud dengan ibadah adalah melakukan apa yang dicintai dan diridai Allah, baik melalui perbuatannya maupun tutur katanya. Inilah proses hidup yang tak mudah. Sebab jika tanpa petunjuk Allah sebagaimana dijelaskan dalam mukadimah di atas, maka tak akan bisa terwujud pemuda yang dimaksud. 


Bisa jadi malah ibadahnya pada sesuatu yang salah. Bukannya memperbaiki malah menghancurkan apa yang sudah diperbaiki Allah. Nauzubillah. Maka, selain membutuhkan petunjuk ( Alquran dan As Sunnah) pemuda butuh kesabaran. Sabar dalam artian bukan pasrah menghadapi keadaan namun sabar sebagaiman yang dijelaskan dalam kitab Wasiyatul Mustofa. Kitab ini disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syaran. yaitu sabda Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib," Wahai Ali, Orang yang benar-benar sabar punya tiga tanda. Yaitu sabar atas ketaatan pada Allah (istiqomah), dan sabar ketika dapat musibah, dan sabar menerima takdir Allah". 


Maka, ia akan taat kepada Allah dengan terus bersabar mencari ilmu, sesulit apapun. Sebab ia yakin dengan ilmu maka apa yang diperintahkan dan dilarang Allah akan ia ketahui sehingga ia bisa membangun ketaatan dengannya. Ia mendapati dirinya senantiasa bersyukur ketika menghadapi musibah dan mengatakan, "yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali (TQS al-Baqarah:156). Tak akan menyesali apa yang hilang diambil darinya, sebab ia tahu segala sesuatu adalah milik Allah dan ia pun akan dikembalikan kepada Allah.


Ia pun sabar menerima takdir, apapun itu pasti ada hikmahnya dan Allah berkehendak terbaik sajalah yang terjadi padanya. Jika demikian adanya, akankah hari ini bisa terwujud? Keadaan pemuda kita hari ini hanya disibukkan dengan urusan nafsiyah. Islam tak ubahnya ilmu pengetahuan hanya mereka pelajari selintas dan sebagian-sebagian. Yang semestinya ia habiskan umurnya untuk mempelajari secara mendalam sebab Islam adalah pedoman hidup. 


Pemuda hari ini yang justru berkiblat pada peradaban barat, Korea, kafir yang jelas-jelas tak menganggap Islam itu sahabat. Pelecehan demi pelecehan terjadi baik kepada ajaran, simbol dan pemeluknya. Bahkan dikatakan oleh media dunia bahwa Islam adalah sarang teroris dan gembong radikal. Tanpa ilmu yang memadai, para pemuda percaya begitu saja dan akhirnya terjebak dalam keputusasaan. Tak mau berjuang, hedonis bahkan apatis menghadapi masa depannya. 


Jika ada yang menyulitkan, pemuda hari ini lebih memilih menghindar atau bahkan menganggap Allah itu tidak ada bahkan tidak asyik untuk dijadikan sandaran. Perilaku pemuda hari ini lebih parah dari setan, jika setan yang dilaknat Allah membangkang saat diperintah menyembah Adam. Sedang manusia malah menolak Allah dan menghamba kepada manusia. 


Diakhir kultum, sang ustaz muda ini menutupnya dengan pernyataan bahwa, Ramadhan inilah momentum tepat untuk memperbaiki pemuda, visi misi terutama yang terkait dengan pandangan hidupnya. Semestinya hanya Islam bukan yang lain, Wallahu a'lam bish shawwab. 

Komentar

Postingan Populer