Aplikasi SATUSEHAT, Bisakah Atasi KLB Bergilir?



Cukup lama tidak mendengar lagi berita aplikasi andalan jika ingin keluar rumah dan berjalan-jalan di fasilitas pusat perbelanjaan atau fasilitas umum lain, yaitu aplikasi PeduliLindungi. Ternyata, sebagaimana dilansir CNN Indonesia, 28 Februari 2023, Kementerian Kesehatan menyebut aplikasi PeduliLindungi akan bertransformasi otomatis secara bertahap menjadi aplikasi SATUSEHAT.


Chief of Digital Transformation Office Kemenkes Setiaji mengatakan masyarakat tidak perlu menghapus atau mengunduh aplikasi baru melainkan hanya cukup melakukan pembaruan aplikasi. “Mulai hari ini (28 Februari 2023). Tidak perlu download baru, akan ada pesan untuk update versi terbaru.”


Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan aplikasi SATUSEHAT diproyeksikan untuk mempersingkat pelaporan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dari yang semula melalui 400 aplikasi menjadi delapan aplikasi. “Dengan SATUSEHAT itu cuma jadi delapan pelaporan. Jadi di Puskesmas yang tadinya bikin laporan mengisi aplikasi segala macam itu semuanya ada 400 aplikasi, nanti dengan SATUSEHAT itu akan menjadi delapan aplikasi.”


Dante mengatakan SATUSEHAT merupakan salah satu cara Kemenkes mengintegrasikan data rekam medis pasien di fasilitas kesehatan ke dalam satu platform Indonesia Health Services. Platform ini merupakan perwujudan dari pilar ke enam transformasi sistem kesehatan yaitu pilar transformasi teknologi kesehatan. Persoalan peralihan teknologi digital bisa jadi memang dibutuhkan, namun sejatinya ada hal yang lebih penting untuk menjadi fokus dari Kemenkes, yaitu mengatasi wabah yang datang silih berganti bahkan hingga ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).


Tentulah masyarakat menjadi was-was, sebab kesehatan adalah modal utama bagi seseorang untuk beraktifitas, baik bekerja, belajar, olahraga maupun berekonomi. Bertambah resah, saat Kemenkes menyatakan kondisi pencapaian target eliminasi penyakit campak dan rubella di Indonesia sulit dicapai (CNN Indonesia, 20/1/2023).


Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Jenderal P2P Kemenkes Prima Yosephine mengatakan untuk melakukan eliminasi campak dan rubella, diperlukan capaian imunisasi yang tinggi dan merata, serta surveilans campak dan rubella dengan target discarded 2:100 ribu penduduk Indonesia. Prima mengatakan maraknya ditemukan kasus KLB lantaran terjadi penurunan capaian imunisasi saat pandemi virus corona (Covid-19).


Selama pandemi Covid-19 pemerintah mengeluarkan imbauan di rumah saja pun orang tua juga khawatir membawa buah hatinya ke fasilitas kesehatan untuk imunisasi. Hal ini diperkuat oleh data Kemenkes yang menyebutkan 58 persen kasus konfirmasi campak tidak mendapatkan imunisasi. Hanya terdapat 7 persen anak yang sudah mendapat imunisasi campak dan rubella dua dosis atau lebih, 5 persen yang mendapat satu dosis, dan 30 persen lainnya tak diketahui status vaksinasinya. Artinya masih ada anak yang masih belum bisa menemukan atau belum memiliki kekebalan terhadap campak.


Wajar bukan jika hati masyarakat tidak tenang, jika pemerintah saja, terlebih lembaga yang khusus menangani kesehatan mengatakan sulit, padahal sudah pontang-panting menghadapi wabah-wabah yang bergiliran dan melonjak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia telah mencatat 3.341 total kasus campak sepanjang 2022 di 223 kabupaten dan kota dari 31 provinsi di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 32 kali lipat dibanding kasus yang tercatat pada tahun sebelumnya. “Kalau kita bandingkan dengan keadaan di 2021, memang ada peningkatan yang cukup signifikan. Meningkat kurang lebih 32 kali lipat,” jelas Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine (CNN Indonesia, 20/1/2023).


Prima mengatakan, salah satu cara untuk mencegah virus campak adalah melalui imunisasi. Namun, saat ini Indonesia masih belum memiliki program khusus imunisasi atau vaksin untuk dewasa. Padahal orang dewasa juga memiliki kemungkinan terkena campak sama besarnya dengan anak-anak. Kebijakan yang setengah hati, untuk apa mengganti aplikasi yang peruntukannya tidak terlalu signifikan jika rakyat sedang berlomba bertaruh nyawa melawan KLB demi KLB? Bukankah nyawa rakyat lebih penting? Bukankah bisa pemerintah melakukan tindakan yang lebih baik lagi?


Kapitalisme Akar Bobroknya Kualitas Kesehatan


Sebab utama bergilirnya KLB demi KLB karena kapitalisme yang diterapkan penguasa, dimana sistem ini tegak atas pemahaman sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga peran penguasa sangat minim, sebaliknya peran swasta sangat dominan. Berbagai kebijakan kesehatan sangat terpengaruh oleh peran swasta ini, semisal BPJS, produksi vaksin yang terbatas padahal Indonesia sendiri sudah mampu memproduksi vaksin namun karena terikat dengan peraturan internasional maka tak bisa berlanjut, tenaga dokter yang terbatas karena pendidikan berbiaya mahal tak mudah diakses dan masih banyak lagi.


Kapitalisme juga berpengaruh pada sistem ekonomi, dimana lagi-lagi penguasa sangat berperan minim. Dan para pemodal besar yang bermain, menguasai aset negara dan hajat hidup orang banyak. Sehingga masyarakat yang lemah, pendidikan rendah menjadi pihak yang paling dirugikan, hingga berlanjut kepada keadaan miskin ekstrem. Biaya hidup yang tinggi tidak berimbang dengan pendapat yang minim. Bagaimana bisa kesehatan terjamin, kesadaran untuk sehat pun bisa jadi tergerus dengan upaya mencari sesuap nasi.


Islam memandang, kesehatan adalah salah satu dari kebutuhan pokok individu yang harus tersedia oleh negara. Rasulullah Saw bersabda,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Dari sinilah kewajiban menjamin kebutuhan rakyat itu datang. Maka, negara akan seoptimal mungkin mengupayakan jaminan kesehatan itu dengan edukasi kesehatan, edukasi penguatan akidah dan keimanan bahwa setiap sakit adalah cobaan sekaligus sebagai penggugur dosa sehingga dalam menghadapinya bisaa lebih sabar dan ikhlas. Banyak kasus bunuh diri akibat depresi memikirkan sakit yang tak kunjung sembuh sementara biaya berobat tak terjangkau.


Negara akan memajukan pendidikan, kesehatan, dari sisi kurikulum, SDM pengajar, sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan tentunya mudah diakses serta gratis. Negara akan membangun infrastruktur pendukung fasilitas umum untuk rakyat agar mudah melakukan kegiatan apapun tanpa rasa takut, sebab keamanan juga jadi jaminan negara. Termasuk pembangunan kota, pusat perbelanjaan, perumahan yang sehat dan tidak mengeksploitasi ekosistem.


Ketika ada KLB, maka negara akan langsung memisahkan mereka yang sehat dan yang sakit. Sehingga tidak menggangu kegiatan bagi yang sehat. Berbagai penelitian dan pengembangan sains dan teknologi kekinian akan didorong demi kemajuan kesehatan, sehingga bisa melayani masyarakat dengan lebih baik. Semua ini atas biaya Baitul Mal, salah satu struktur negara yang bertugas membiayai seluruh proses pengaturan negara terhadap urusan rakyat.


Pendeknya, negara tidak akan setengah-setengah dalam mengupayakan rakyatnya sehat. Dalam hal ini sangat dibutuhkan sosok pemimpin yang bertakwa, tidak sekadar cakap namun juga kesadaran akan hubungannya dengan Allah sangat tinggi, sehingga ia lebih takut jika rakyatnya menderita atau mengalami ketidak adilan, sebab ia faham kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Demikianlah isi doa Rasulullah Saw bagi para pemimpin,”Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia”. (HR. Muslim No 1828). Pemimpin dengan tipe sesuai hadis hanya ada dalam sistem Islam Kaffah, bukan yang lain. Wallahu a’lam bish showab.


Komentar

Postingan Populer