Mau Enaknya, Gak Mau Anaknya


Sungguh miris, membaca berita seorang bayi laki-laki dibuang di bawah pohon, Lokasinya berdekatan dengan kawasan penginapan Songgoriti, Kota Batu. Tak berapa lama, pembuang bayi tersebut telah ditangkap. Ternyata mereka adalah sepasang kekasih yang belum menikah. Mudahnya mereka melakukan perzinahan, namun tak mau bertanggung jawab atas hasil perzinahannya. Bukankah mereka sudah tahu risikonya?


Berikutnya, viral seorang artis yang memaafkan perbuatan suaminya di masa lalu. Berzina dengan kekasih yang masih berstatus istri orang. Meskipun mengaku sedang dalam proses perceraian, bukankah tidak bisa dibenarkan juga jika dia menjalin hubungan dengan lelaki lain, bahkan hingga menghasilkan keturunan? Waktu berlalu, sang anak bertanya siapa ayahnya dan ingin melihat wajah ayahnya. 


Keinginan sang anaklah yang akhirnya membongkar "kejahatan" yang sudah terpendam bertahun-tahun. Sekaligus sang mantan kekasih ini meminta pengakuan bahwa sang artis adalah bapak biologis anaknya. 


Untuk apa? Bukankah setiap kelahiran seorang anak di luar nikah bukan anak ayahnya meskipun sudah terbukti melalui tes DNA bahwa ia benar ayah biologisnya? Sebab nasab hanya bisa terjadi melalui pernikahan yang sah. Dalam syariat, anak hasil hubungan zina ini mutlak bernasab pada ibunya, tak boleh meminta nafkah, mendapat pembagian waris dan tak bisa meminta menjadi wali nikah jika ia perempuan. 


Apakah ayah biologisnya berdosa jika tidak memberi nafkah kepada ibu dan anaknya? Tentu tidak, karena memang bukan kewajibannya. Ayah biologis pun ibunya hanya menanggung dosa zina. Apalagi hingga mendapatkan keturunan. Keduanya wajib dihukuman yang berat. Jika sudah menikah dirajam, jika belum dicambuk. 


Kejam? Tentu tidak, sebab sanksi dan hukum dalam syariat Islam berfungsi jawazir ( membuat jera) dan jawabbir ( penebus dosa). Akan lebih mudah di hadapi setiap hukuman di dunia, daripada di akhirat sebab di akhirat abadi, sehingga bisa dibayangkan, setiap manusia menanggung siksa neraka tak pernah berkesudahan. Sungguh, Allah sangatlah adil dan bijaksana, bahkan penyayang, bagi pendosa pun ada masih diberi kesempatan untuk bertaubat. 


Gaya pacaran kebablasan ini sudah menjamur, bermunculan terus dari berbagai generasi, profesi, pejabat maupun rakyat biasa, tua muda, bahkan sesama jenis. Sungguh miris, sebab Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Yang tentunya sangat mengharamkan zina. 


Fakta ini menunjukkan kepada kita betapa abainya penguasa terhadap kebutuhan rasa aman rakyatnya. Akidah terus menerus terguncang, karena kebebasan berperilaku dibiarkan bahkan menjadi gaya hidup. Tak peduli lagi sakit sosial maupun phisik akibat gaya hidup yang mencontoh barat. 


Anda berzina boleh, tapi tolong jangan bawa-bawa nama agama. Agama hanya bermain di ranah individu. Buruknya pemahaman soal agama Islam makin menambah kebodohan kaum Muslim, hingga sulit menggambarkan kehidupan kaum Muslim di bawah naungan syariat. Sejahtera, artinya penjagaan negara sangatlah totalitas.



Demikian pula dengan kemuliaan kaum perempuan. Ketika zina dilegalkan, justru pihak yang paling menerima kerugian adalah wanita. Hal ini sangat memprihatinkan, nikah dini dianggap kriminal, pacaran malah dielu-elukan. Berapa banyak orangtua yang kalap ketika anaknya memilih untuk menjaga kemuliaannya hingga ada yang benar-benar meminangnya, bukan berpacaran sebanyak jumlah bintang dilangit, namun terus berganti pasangan. 


Pacaran bukan standar anak kita laku, sebab anak bukan komoditas. Semakin banyak melakukan zina, di mata Allah makin hina. Kampanye cinta tak bisa memilih atau cinta tak bisa dipaksa adalah menyesatkan. Jelas masing-masing pasangan akan mencari keuntungan. Begitu pula perusahaan yang memanfaatkan momen-momen tertentu orang pacaran bertemu kemudian berbelanja. Di akhir pastilah muncul penyesalan. 


Tak mungkin ide kebebasan diberi ruang khusus di dalam negara yang menerapkan syariat. Sebab, penjagaan sebelum terjadinya zina sudah di lakukan (QS Al Isra:32). Sebab, negara kuat, mandiri dan berdaulat tidak akan lahir dari sistem demokrasi yang jelas salah satu pilarnya kebebasan.  Setiap kali pemilihan pemimpin, tak pernah satupun mengatakan" kami akan menerapkan syariat". Jelas bukan, bahwa masalah zina ini akan lenyap hanya ketika Islam mendapatkan kekuasaan. Dan pemimpinnya adalah orang adil dan bertakwa. Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer