Mahalnya Kesehatan di Negeri Kapitalis




Pada Juli 2022 mendatang, pemerintah berencana menghapus tarif berbasis kelas untuk BPJS Kesehatan. Lalu apakah iuran BPJS Kelas 1 akan jadi standar baru?


Sejauh ini manajemen BPJS Kesehatan belum menerapkan tarif resmi apabila BPJS mengubah sistem tanpa kelas. Regulasi mengenai tarif untuk rumah sakit dan besaran iuran peserta masih digodok dan ditargetkan selesai akhir Juni nanti. 


Untuk diketahui, besaran iuran BPJS kelas 1 adalah Rp150.000. Sementara itu, besaran iuran untuk kelas 2 adalah Rp100.000, dan besaran iuran kelas 3 adalah Rp35.000.


Tarif ini berlaku untuk seluruh jenis kepesertaan baik bantuan penerima iuran (BPI), pekerja penerima upah (PPU), maupun pekerja mandiri. Pemerintah mewajibkan seluruh warga negara menjadi peserta BPJS Kesehatan.


Rumitnya pelayanan kesehatan di negeri ini. Seringkali berganti kebijakan. Padahal pelayanan seringkali tidak optimal. Tidak semua penyakit bisa dicover pasien, jika telat membayar premi didenda. Belum lagi dengan keluhan direktur BPJS kesehatan yang pailit. Penyebabnya karena tidak setiap pasien bayar tepat waktu. 


Bukankah fitrah jika manusia itu tak sama secara pendapatan? Sebab Allah pun memberi kemampuan berbeda, demikian pula rezeki. Sebagaimana firman Allah dalam Quran surat Saba 34:39 yang artinya, " Katakanlah sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hambanya dan menyempitkan bagi ( siapa yang dikehendakinya". Artinya hak Allah sepenuhnya apakah di Fulan akan diberi rezeki banyak sedang si Fulan diberi rezeki sedikit. 


Tentu Allah SWT tidak bermaksud menyiksa atau menyusahkan hambaNya. Inilah bentuk kemurahan Allah agar manusia berbagi dan saling membantu. Sistem aturan hari ini yang memelintir makna saling berbagi atau yang biasa disebut gotong royong. Diterapkan pada pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia kolektif. 


Artinya jika ditanggung oleh sekelompok orang saja akan berat. Dan bahkan tidak akan tercipta keadilan. Terlebih BPJS kesehatan ini menggunakan sistem asuransi. Dimana penjamin kesehatan bukan negara atau individu tapi badan usaha. Dan uang jaminan kesehatan adalah milik publik dalam bentuk premi yang harus rutin dibayarkan setiap bulannya. 


Sedangkan dalam akad pendaftaran sebagai peserta BPJS, tidak dijelaskan bahwa uang pendaftaran untuk menanggung sakit orang lain. Zalimnya, jika si pendaftar tidak pernah sakit, uang tidak bisa diklaim. Padahal, secara logika, jika ia tak pernah sakit tentulah uang setorannya utuh sebagaimana ia menabung. 


Kemudian ada sistem sanksi yaitu pinalti atau denda jika peserta BPJS telat membayar atau malah menunggak. Mahalnya kesehatan, bahkan untuk kesehatannya sendiri rakyat masih harus bersusah payah. Inilah gambaran kehidupan di negara dengan sistem aturan kapitalis. Seluruh pelayanan umum diserahkan kepada pihak ketiga, baik lokal maupun asing. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, kesehatan mahal itu baru satu penderitaan, sedang penderitaan yang lain masih harus rakyat sendiri yang menanggung, seperti pendidikan, keamanan, sandang, pangan dan papan. 


Urusan kesehatan sangat vital, ia termasuk dalam hajat hidup orang banyak. Bagaimana jadinya jika rakyat dalam sebuah negara kesehatannya buruk terlebih pelayanan kesehatan, pastilah mudah dikuasai oleh musuh. 


Mungkin banyak yang berpendapat BPJS sangat membantu, dengan BPJS kesehatan ada beberapa kasus untuk tindakan operasi, cuci darah dan lainnya menjadi murah. Benar, tapi untuk berapa orang yang bisa memastikan kebaikan pelayanan kesehatan ala BPJS? 


Sebab faktanya, jika kita bicara kesehatan, kita bukan sekadar bicara cara pembayarannya saja. Tapi juga bicara kualitas farmasi dan terapi, sumber daya manusia yang berkualitas, gedung rumah sakit yang higienis, canggih namun terjangkau harganya, laboratorium penelitian, perpustakaan yang lengkap hingga pendidikan yang mendukung terciptanya kesehatan yang berkualitas. 


Sejak jalur pendidikan, menjadi dokter ataupun tenaga kesehatan tidak murah. Butuh puluhan juta bahkan ratusan untuk menjadi dokter. Belum lagi seleksinya yang ketat. Bagaimana bisa berharap kualitas kesehatan akan membaik? Sudahlah masyhur para orangtua yang harus merogoh kocek dalam, melalui jalur koneksi dan orang dalam hanya agar anaknya bisa masuk di fakultas favorit ini. 


Sungguh! Hanya Islam yang mampu menciptakan sistem kesehatan terbaik. Sejarah mencatat kegemilangan peradaban Islam ini dengan tinta emas. Setiap orang Eropa yang pernah datang ke negara khilafah, selalu mendapatkan kesan luar biasa yang belum pernah ada sebelumnya. Di saat dunia Islam berjaya, justru Eropa sedang pada mas kegelapan dan inflasi besar-besaran. 


Setiap pemimpin dalam Daulah Khilafah tidak hanya memperhatikan kesehatan dari sisi pengobatan saja, namun juga preventif. Dengan mensuasanakan kehidupan bersih, teratur, dan senantiasa bersyukur kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Deretan ilmuwan di bidang kedokteran, sains dan teknologi kesehatan sudah tak bisa dihilangkan sebagai bukti bahwa negara Islam ini yang terbaik selama 1300 tahun. Tokoh ilmuwan Islam di bidang kedokteran masa daulah Abbasiyah. Seperti Al-Razi Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya al-Razi. Al-Zahrawi. Ibnu al-Nafis. Dan lainnya. 


Mereka dekat dengan penguasa bukan sekadar pencitraan. Namun menjadi tenaga ahli negara yang bertugas mengadakan penelitian dan pengembangan kesehatan demi maslahat rakyat. Mereka bukan hanya ahli dibidang kedokteran, namun juga lainnya seperti ilmu hadis, fikih, dan lainnya hingga disebut polimat. Inilah gambaran pemimpin yang tak abai dengan rakyatnya dan sekaligus berupaya secara optimal mewujudkan kesehatan terbaik bagi rakyatnya. Atas dasar takwa dan keimanan. Bukan manfaat . Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer