Titip Uang Berkurang, Titip Omongan Bertambah




Pernah mendengar kalinat dalam judul? Jika meminta anak atau seseorang untuk membelikan sesuatu, pastilah jumlahlah akan berkurang, meskipun misalnya ada lebihan, namun jumlahnya tak lagi sama seperti di awal. Berbeda dengan titipan omongan, biasanya dengan di awali kata-kata " Ini hanya kamu Lo yang tahu", " jangan bilang-bilang ke siapa-siapa ya, rahasia". 


Yakinlah, jika mendapatkan kata-kata itu, artinya anda memang bukan yang pertama. Anda bisa jadi sudah yang kesekian dan bisa jadi pula, ketika berita itu sampai di hadapan kita faktanya sudah berubah. Entah dengan tambahan fakta lain yang belum tentu kebenarannya, entah dengan tambahan kata-kata, emosi dan pemahaman dari si penyampai sendiri. 


Sebagai orang beriman ,tentulah kita akan mempelajari apa hukum terkait fenomena jika mendapat omongan justru bertambah. Apa karena kurang hiburan, kurang aktif atau memang tak ada iman. "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."


Ayat di atas menyebutkan bahwa berbicara harus beradab, jika tidak, maka dampaknya akan sangat merugikan banyak pihak. Diperintahkan pula untuk lebih menyaring berita darimana datangnya. Namun, era digital saat ini ternyata malah menjadikan manusia lebih cepat marah, menarik kesimpulan berdasarkan apa yang dia lihat saja bahkan tak pernah ada proses Tabayyun saking pragmatisnya. 


Bukan tanpa sebab jika masyarakat mengalami perubahan yang demikian. Sistem demokrasi hari ini memang memberikan kebebasan berpendapat, namun praktiknya hanya jargon. Para penguasanya jago bohong, karena berbagai kepentingan pribadi, rakyatnya suka bengong karena daya berpikirnya rendah. Keniscayaan ini akan terjadi, bahkan Kaum Muslim akan semakin mundur disebabkan semakin jauhnya mereka dari pemahaman Islam yang benar.  


Setiap kali berganti pemimpin baru, rakyat selalu penuh harap bakal terjadi perubahan, namun nyatanya, keadaan tetap sama bahkan lebih parah. Kampanye yang berbusa-busa, berisi perkataan yang seakan baik padahal dusta, adalah kenyataan pahit yang harus diterima rakyat. 


Tentulah jika bisa diibaratkan permukaan kaca, hati rakyat sudah hancur. Bayangkan pula jika seorang ibu yang mendengar perkataan penuh dusta ini dari anak-anaknya. Tentulah sama hancurnya. Seandainya mereka tak lupa, bahwa setiap amal pasti ada hisabnya, di dalamnya termasuk berbicara, tentulah akan berfikir sebelum berkata-kata.  Wallahu alam'lam bish shawab.

Komentar

Postingan Populer