Ibu Geram, Luka Kami bak ditabur Garam




Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani geram dengan fenomena terkait enggannya warga dalam membayar pajak di Indonesia. Ia berpendapat masyarakat belum mengetahui dan memahami pemanfaatan uang pajak.


Banyak masyarakat tutur Sri Mulyani hanya mengira uang pajak dipakai untuk membangun infrastruktur saja seperti jalan tol. Padahal juga digunakan untuk membiayai atau menyubsidi kepada rakyat kurang mampu. "Makan ketela rebus, itu pasti dimasak pakai elpiji. Charge HP pasti pakai listrik. Itu semuanya ada elemen subsidinya dari pajak. Jadi pajak itu hadir di hampir semua sisi kehidupan kita," lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.


Ia menambahkan terdapat alasan lain bagi orang enggan membayar pajak seperti tak bisa merasakan langsung dampaknya dari uang yang dibayarkan. "Banyak yang mengatakan, 'Saya enggak merasakan tuh (manfaat pajak), so why should I pay? (jadi mengapa saya harus bayar pajak?)' Seolah-olah itu adalah tanggung jawabnya somebody else (orang lain)."


Okelah, beberapa alasan yang dikemukan Bu menteri memang nyata, menghinggapi benak setiap individu masyarakat. Sebab memang sudah terlalu berat. Apalagi jika ingat utang negara ini susah turun. Kemudian praktik korupsi kian menggurita. Bagaiamana bisa yakin pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan negara dan rakyat?


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku kalau pemerintah memiliki utang hampir Rp7.000 demi keselamatan rakyat. Tercatat bahwa hingga akhir Januari 2022 tersebut, utang pemerintah telah mencapai Rp 6.919,15 triliun. Bahkan, bertambah Rp10,28 triliun dibandingkan bulan sebelumnya atau Rp686,01 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (okezone.com, 27/3/2022). 


Dimana keadaan yang disebut untuk keselamatan rakyat? Bisa jadi rakyat berpeluh darah karena harus bayar utang negara. Ringannya beban hidup hanya ilusi, apalagi mengharap sejahtera. Bak punguk merindukan bulan. 


Jika kita lihat, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan alam baik di dalam bumi maupun di atasnya yang berlimpah. Di laut, di sungai, di danau bahkan dikubangan sekalipun, hingga sejarah menulis banyaknya bangsa Eropa yang berdatangan untuk mengeksplore dan ujung-ujungnya mengeksploitasi kekayaan alam tersebut, dengan Belanda misalnya, mendirikan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie), pada 20 Maret 1602. Sebuah kongsi dagang atau Persekutuan Perusahaan Hindia Timur. 


Semua tak lain agar lebih mudah menguasai kekayaan alam dibanding negara lain. Ironi, hingga kini ternyata eksploitasi itu tak pernah hengkang dari bumi tercinta, justru Belanda pergi, berganti Amerika, Perancis, Inggris, Cina, Jepang dan lainnya. Indonesia sendiri tak punya kedaulatan menghadapi mereka. Terikat dengan berbagai perjanjian bilateral dan multilateral, tak berkutik. 


Hingga tercipta krisis yang berulang, terutama pada kebutuhan pokok, minyak goreng, kedelai, daging, beras, telur dan lain sebagainya. Peran negara minim dalam mengurusi rakyat. Jika menteri Sri paham bahwa merebus ketela pun butuh elpiji, mengapa elpiji mahal ? Mengapa sekolah mahal, mengapa kesehatan mahal? Sama seperti lisan para menteri yang lain, cabe mahal tanam sendiri, minyak mahal masak dengan cara kukus dan lainnya, sungguh tak berhati nurani. 


Demokrasi yang diagung-agungkan bisa memperbaiki keadaan juga nihil, berganti pemimpin, dari berbagai profesi bahkan tetap saja tak mengesahkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, yang mewujudkan keadilan. Justru semakin menjadi-jadi, tak peduli dan tingkat kezalimannya. 


Masyarakat harus paham, dalam menghadapi carut marutnya keadaan hari ini tak cukup bersabar, atau malah bergabung dengan partai-partai yang menjanjikan perubahan namun kelaka berkoalisi dengan sistem. Mungkin iya beberapa kebutuhan pokok masih bisa terbeli, namun yang perlu dirubah adalah keadaan ini tak lazim. Negara kaya namun rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya dan itu bukan sehari dua, namun sejak negara ini menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan. 


Faktanya merdeka hanya dari penjajahan fisik berupa perang, namun penjajahan pemikiran masih terus berlanjut bahkan kian parah. Islam sebagai agama terbesar pemeluknya, dihinakan dan terus menerus dipojokkan sebagai agama penyemai gerakan terorisme dan radikalisme. 


Tidakkah kaum Muslim sadar bahwa manusia dipergilirkan sejarah bersama peradabannya oleh Allah SWT? Dan salah satu peradaban terpanjang, termulia dan terkuat adalah Islam. Keruntuhannya memang keniscayaan, namun Allah menjanjikan kekuasaan itu akan dikembalikan sebagaimana firman Allah SWT dalam QS An-Nur: 55 yang artinya: 


"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."


Hanya Islam yang mampu mengganti keadaan menakutkan ini dengan keamanan yang sentosa. Syaratnya beriman dan beramal shalih, salah satunya tidak mempersekutukan Allah SWT dengan apapun. Jadi, mana mungkin demokrasi mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik? Sebab asasnya adalah sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Dalam demokrasi, rakyat dimintai aspirasi namun ketika pemilu berakhir sekedar inspirasi pun tak akan diterima. Sebab hukum dibuat oleh mereka yang memiliki modal, yang sebelumnya membiayai majunya para pemimpin mendapatkan kekuasaannya. 


Di awal membawa Islam, bahkan ulama diikutkan, namun setelah berkuasa, ulama yang lurus dan berusaha bermuhasabah karena takut penguasa kebablasan justru dipersekusi dan dilabeli radikal. Sekali lagi hanya Islam yang mampu menjadi solusi hakiki dari persoalan umat yang bertubi-tubi ini. 


Dalam pandangan Islam, pajak boleh dipungut oleh negara dalam keadaan Baitul Mal kosong tak ada harta, padahal kewajiban menjamin setiap kebutuhan rakyat tak boleh terabaikan bahkan hingga tak bisa terlaksana. Pajak pun ditarik awalnya pada orang-orang kaya saja, yaitu orang yang terkatagori mampu memenuhi kebutuhan dirinya, keluarga, kerabat dan orang yang menjadi tanggungannya secara makruf dan masih berlebih. 


Jika Baitul Mal masih kosong, sehingga kewajiban negara tidak bisa terlaksana baru dipungut kepada seluruh umat Muslim. Beberapa keadaan yang membolehkan negara memungut pajak kepada seluruh umat adalah pertama, jika menyangkut pembiayaan gaji pegawai negeri, fakir, miskin, Ibnu Sabil, jihad fi Sabilillah dan santunan para penguasa. 


Kedua untuk pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, jalan, saluran air dan masjid. Dan keadaan Baitul Mal sebagai kas negara pos-posnya ditetapkan syariat dan bersifat daimiyyan ( terus menerus) , besaran nilainya sesuai ijtihad dan pendapat Khalifah. Tidak boleh masuk dan keluar satu dinarpun atau satu sen pun tanpa ada ketentuan syariat yang diwakili oleh Khalifah. 


Pajak yang dipungut ini akan dihentikan ketika kebutuhan negara cukup. Tak boleh dilanjutkan dengan alasan satu maslahat pun. Artinya, tak boleh secara terus menerus dipungut sebagaimana negara hari ini. Maka, mekanisme perolehan pendapatan untuk pos pendapatan juga sudah ditetapkan syariat dan bersifat daimiyyan pula. 


Pos pendapatan Baitul Mal didapat di antaranya dari fa'i, kharaz, jizyah, khumus rikaz, dan zakat. Kemudian ada pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam dan kepemilikan negara. Dengan demikian tak ada alternatif utang kepada negara lain dengan alasan apapun. Terlebih kemudian mengikuti arahan asing berupa pasar bebas yang amat sangat menguntungkan pedagang kelas kakap yang memiliki modal serta hak hegemoni sektor-sektor ekonomi termasuk campur tangan terhadap kebijakan sebuah negara. 


Jika saja Bu menteri paham, bahwa geramnya beliau hari ini bak menambahkan luka di hati rakyat dengan garam. Beliau menerapkan kapitalisme, sistem haram dan khayali. Banyak tambal sulam kebijakan karena memang tak layak, cacat sejak lahir maka akan terus menciptakan keburukan. 


Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal." (QS al-Anfal [8]: 2). Marilah kita mulai menata hati dan bertakwa dengan sebaik-baiknya takwa, yaitu dengan menyingkirkan sistem kufur buatan manusia dan menggantinya dengan sistem dari Allah SWT yang insyaallah akan membawa kita kepada hidup berkah. Wallahu a'lam bish showab. 

Komentar

Postingan Populer