Pak Pok Imlek




Hari ini tepat tanggal 1 Februari, hari libur, dalam rangka perayaan tahun baru cina yang biasa disebut Imlek. Sudah jauh hari suami sudah sounding hendak ke Lumajang, untuk berbincang dengan adik ayahnya terkait peluang usaha wiraswasta. 


Dan hari ini baru menemukan momennya, bertepatan dengan hari libur, berangkatlah kami ke kota pisang, Lumajang. Dengan pertimbangan supaya hemat waktu dan jalan yang mulus tanpa gelombang dan lubang, suami memilih lewat tol. Dalam hati berbisik, kami butuh fasilitas dan layanan, agar tujuan cepat dicapai dan nyaman, ternyata membawa konsekwensi, di ujung pintu keluar tol kami pun harus membayar. 


Tulisan kali ini tak hendak membahas tarif tol itu lari peminatnya kemana? BUMN, investor atau siapa? Namun inti dari perjalanan yang hendak kami tempuh ini tujuannya adalah silahturahmi. Bukan untuk imlekan, hanya karena tanggalnya bersamaan saja. 


Termasuk ketika kebetulan baju yang kami pakai bernuansa merah, juga tak menjelaskan bahwa kami merayakan Imlek. Kebetulan, suami berasal dari keluarga Tionghoa. Dan inilah toleransi yang sebenarnya, kami menghargai bukan berarti masuk dan larut di dalamnya. 


Sebagaimana keluarga pada umumnya, di daerah manapun, memberi uang saku kepada anggota keluarga yang berkunjung dan berusia lebih mudah adalah biasa. Suami pun ternyata tanpa suara, ternyata sudah mempersiapkan uang angpao untuk keluaga besarnya yang belum berumah tangga. 


Setelah sampai di rumah, masing-masing anak menghitung "pendapatannya" dan dari nominal yang didapat, ternyata sama persis dengan apa yang dikeluarkan sang ayah untuk keponakannya. Dalam bahasa Jawa biasanya diistilahkan "pak pok". Rugi? Iya jika kita melihat dari sudut perhitungan manusia, namun di mata Allah, setiap upaya yang kita landaskan sebagai bentuk ketaatan tentulah bernilai ibadah. 


Inilah yang tidak didasari oleh banyak manusia, mereka lebih ikhlas menghitung materi fisik daripada makna dari kebahagiaan akhirat. Allah SWT berfirman, yang artinya“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (Qs. Al-An’am: 153).


Inilah kebahagiaan sejati, bertemu dengan seseorang atau banyak berbincang, berbagi kebahagiaan dan lainnya hingga bisa meringankan beban batin. Nilai material yang sama, pak pok secara harfiah, namun keberkahan akan senantiasa mengiringi langkah selanjutnya. Meskipun secara akidah kita berbeda, tak perlu larut, namun saling menghargai. Saling memahami bahwa perbedaan bukan hal yang harus diperuncing. Melainkan untuk memberikan warna. 

Komentar

Postingan Populer