Pintu Surga yang dirindukan




Selesai shalat tahajud, mata terpaku pada sajadah, namun pikiran melayang sekelebat kepada wajah ibu. Ya, dini hari ini aku kangen dengan beliau. Kupanjatkan doa semoga beliau sehat, tak kurang suatu apapun dan tetap istikamah dalam keIslamannya. 


Malam tiba pucuk dicinta ulampun tiba, kakak kedua menelepon hendak mengabarkan bulan depan ia menjadi ayah pengantin, ya, bujang pertamanya sudah berani melamar anak gadis orang dan kita diminta untuk menjadi saksi. Masyaallah, kalau sudah jodoh emang gak kemana. Anak keponakan yang rasanya baru kemarin kugendong dan kusuapi kini sudah hendak menjadi pengantin. 


Kudoakan semoga acara ijabnya lancar, sembari berjanji bakal datang menjadi saksi. Berikutnya aku bertanya tentang kabar ibu, kakakku ini yang paling dekat jarak rumahnya ke rumah ibu, dan ternyata ibu sakit. Ya Allah, bagaiamana aku bisa meringankan bebannya, di sinipun aku tak bisa meninggalkan anak-anak yang sedang sekolah. Maka aku titipkan salam, semoga ibu lekas sembuh. 


Sebetulnya inilah dilema anak perempuan, ketika orangtua sakit dan suami tidak memberi izin untuk keluar rumah mengunjunginya. Tetap ketaatan yang dikedepankan. Karena juga masih ada kakak lelaki yang lebih berkewajiban merawat ibu, aku jadi teringat ibu mertua. Beliau sudah 10 hari ini juga berkabar kalau sedang sakit. Sakit apa gerangan? Tebakanku penyakit " orangtua". Kangen anak, ingin bercengkrama, berkeluh kesah, mendengar celoteh cucu dan ya, hanya ingin merasa dihargai bahwa mereka masih ada. 


Tak berlebihan sebenarnya, namun gap antara anak dengan orangtua seringnya karena ada tarik ulur kepentingan. Terutama dari sisi anak, dengan dalih anak masih masa berkembang baik usaha maupun membina keluarga kecilnya. Namun, senyatanya itu hanya batas virtual yang mudah ditembus ketika kita berkata," sekaranglah saatnya, pintu surga itu menunggu". 


Dan itulah yang akhirnya kulontarkan secara spontan kepada suamiku." Ayo jemput mama, apa kabar mama? Besok Sabtu ya, habis adek pulang sekolah kita langsung berangkat". Tak dinyana suami senang mendengarnya, dan langsung setuju. Aku tahu ada sirat kangen di matanya, bagaimanapun mendengar ibunya sakit adalah beban. Sedang aku, aku hanya menitip rindu ini untuk ibuku, semoga Allah memberikan keberkahan, hingga RidaNya, Rida suami meluber kepada ibuku. Aamiin. 


Dan jadilah, kami berangkat menjemput ibu mertua. Mata sayunya ketika pertama kali bertemu kami cukup menceritakan betapa berat penderitaan yang ia rasakan. Mungkin kita yang masih muda agak meremehkan itu, tapi ketika kekuatan badan berkurang, begitupun pendengaran dan penglihatan berkurang,tak ada yang lebih menyejukkan daripada kasih sayang anak yang masih tetap memanggil namanya. 


Jikapun kini kami kebagian merawat beliau, tetap saja tidak sebanding kala beliau merawat suami. Terjaga malam harinya, cucuran keringat dan darah begitupun kalutnya hati ketika anak sakit. Jikapun aku merasakan hal yang sama, sesungguhnya masih ada ketakutan tak bisa mendidik anak yang pengasih dan penyayang. Hanya bisa berdoa, semoga apa yang kami lakukan hari ini adalah teladan bagi anak-anak yang diingat sepanjang usia mereka bahwa kami pun memuliakan orangtua. 


Hidup ini memang bak sebuah daur, akan terus mengulang kejadian yang sama, kecil, besar, dewasa, menikah, memliki anak, menua kemudian meninggalkan dunia, hanya saja ada beberapa kasus khusus yang tidak berjalan wajar. Namun semua butuh penyikapan yang sama bahwa Allah SWT memperjalankan manusia di dunia ini tentu tak sekadar hidup, namun lebih dari itu yaitu menjadi penguasa dan pengatur dunia. 


Itulah mengapa Islam memberitahu kita bagaimana menjadi pemimpin dalam hidup ini, baik sebagai suami, istri, anak, pejabat, petani, dan lain sebagainya. Semua akan dimintai pertanggungjawaban. Dari Abdullah, Nabi saw bersabda:


"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.

Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.

Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.

Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.

Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.

Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya". (Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 4789).

Komentar

Postingan Populer