Angon Bocah




Memiliki anak remaja ternyata punya keasyikan dan kesulitan tersendiri. Pada saat anak-anak kecil, memang repot, tanpa sadar selalu menginginkan anak cepat besar. Tak terkecuali saya, maklum ibu baru, kurang informasi dan kurang pengalaman. 


Meskipun bisa mendapatkan informasi seputar mengasuh dan merawat anak dari tabloit, buku, acara televisi, kata tetangga, you tube dan sebagainya, namun praktiknya tetap wonderful banget. Bedanya yang berilmu setidaknya bisa berpikir waras jika terjadi huru hara. 


Kini, saat anak-anak sudah beranjak dewasa, rasa sepi mulai merayap, ternyata memiliki anak yang seru adalah prosesnya. Mau seperti apa pola asuh kita, penyikapan kita terhadap proses itu paling penting. Sehingga bisa meninggalkan kenangan manis dan pengalaman yang berharga. 


Saat tak harus repot memandikan, menyuapi, memakaikan baju, mengajarinya membaca dan menulis ternyata pula ada kerepotan lain (baca ilmu baru) saat anak kita sudah mulai remaja. Di antaranya mengajari mereka melewati masa baligh, apa saja yang perlu dipersiapkan dan bagaimana seharusnya melihat diri sendiri. 


Sebab tak jarang dengan minimnya info dan pendampingan orangtua kepada anak, membuat anak putus asa melihat perubahan pada fisiknya yang luar biasa, tak perlu waktu lama, begitu tumbuh jakun bagi anak lelaki, berikutnya kumis tipis, bulu yang berebut tempat di sekujur tubuhnya ditambah suara yang parau bak beo membuat rasa percaya diri menurun drastis. Belum lagi jika tangan dan kaki terasa lebih panjang tapi kagok. 


Tak beda dengan anak gadis, peristiwa haid seringkali membuat mereka panik dan tak tahu harus melakukan apa. Di saat inilah peran kita sebagai orangtua sangat diperlukan. Agar mereka tetap nyaman, tak merasa canggung bahkan bangga dengan gerbang tahapan baru dari perjalanan hidupnya. 


Kalau mungkin ada istilah yang cocok untuk menggambarkan saat itu adalah angon bocah, angon dalam bahasa Jawa artinya menggembala, bocah istilah dalam bahasa Jawa untuk anak-anak tanggung. Bagaimana menempatkan diri kita yang selisih 10 hingga 20 tahun dengan mereka, dengan masa kecil yang berbeda ditambah dengan kemajuan teknologi yang bisa jadi pada masa kita tak semaju sekarang. Masih banyak yang gagap pasang zoom sementara anak TK sudah bisa berselancar di YouTube dan tik tok. 


Tak sekadar menjadi orangtua yang mereka hormati tapi juga sahabat untuk berbagi dan " bermain". Bisa dibilang susah-susah gampang. Sebab pengaruh gadget terkadang mengambil hampir seluruh kesempatan kita. Dari mulai pelajaran sekolah, pr, ujian, latihan soal, bahan diskusi, penelitian, dan lain-lain semua dikerjakan di handphone dan laptop, kita musti berebut dengan itu. 


Maka, kita perlu membagi waktu anak-anak dengan sebaik mungkin. Memberi mereka ketegasan dengan teladan,artinya jika kita menginginkan mereka ada waktu membaca Alquran, tahajud, Dhuha, puasa Sunnah, mengkaji, bergabung dengan komunitas pengajian dan lainnya kitalah yang harus menjadi Pioneer, kita yang pertama melakukan dan konsisten. Sehingga anak bisa merasakan aura kesungguhan sembari kita jelaskan benefit dari setiap kegiatan di atas. 


Semua berpulang pada mindset bahwa anak adalah amanah , demikian pula dengan berkeluarga, bukan sekadar menumbuh kembangkan anak, melayani suami tapi juga menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan dan kehidupan manusia lainnya. 

Komentar

Postingan Populer