Dicari Sense of Crisis dari Penguasa



Sungguh, gelombang kedua penyebaran Covid-19 kali ini teramat dahsyat, jika didokumentasikan pastilah mengundang derai airmata sebagaimana fakta yang terjadi. Setiap keluarga terus berurai airmata sebab anggotanya berkurang satu demi satu terenggut virus yang tak kasat mata, bahkan sudah masuk varian baru hasil sebaran dari India. 


Para tenaga kesehatan yang kelelahan, masyarakat yang berebut oksigen, ditambah lagi dengan drama langkanya obat, vitamin dan mereka yang isoman justru menjemput kematian dengan meninggalkan keluarga yang tak tahu harus berbuat apa. Mulai menjual panci, bunuh diri dan lainnya. Butuh berapa episode lagi demi rangking tertinggi?


Begitu realnya drama kehidupan rakyat Indonesia, namun masih saja ada pejabat negeri ini yang mati rasa. Dengan kata lain, Sense of Crisis para pejabat yang saat kampanye menunggu suara terbanyak bagi sahnya dia melenggang ke kursi panas pejabat atau parlemen, hilang tak berbekas. Dengan lugas Mahfud MD menjelaskan alur cerita Ikatan Cinta yang dibumbui dengan aturan hukum. Ia memberikan kritikan soal pemahaman penulis Ikatan Cinta terkait hukum.


"PPKM memberi kesempatan kepada saya menonton serial sinetron Ikatan Cinta. Asyik juga sih, meski agak muter-muter. Tapi pemahaman hukum penulis cerita kurang pas. Sarah yang mengaku dan minta dihukum karena membunuh Roy langsung ditahan. Padahal pengakuan dalam hukum pidana itu bukan bukti yang kuat," cuit Mahfud MD (suara.com, 17/7/2021).


Banyak pihak mengkritisi pernyataan Mahfud , salah satunya musisi, Fiersa Besari, menulis "Sebetulnya, Star Wars dan Avengers juga enggak masuk akal. Tapi kenapa orang-orang masih nonton? Karena penonton cuma ingin sejenak melarikan diri dari kenyataan bahwa negeri yang mereka tinggali tak seindah dongeng. Karena mungkin pejabatnya terlalu sibuk nonton sinetron," (yoursay.id, 16/7/2021).


Tak berhenti pada Menteri Mahfud MD, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun meminta para komedian dalam negeri berkolaborasi menghibur masyarakat untuk meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh di tengah meningkatnya angka kasus Covid-19. Permintaan itu ia sampaikan saat bertemu Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Paski). "Kalau kita mendapatkan humor, ada hormon endorfin untuk meredakan nyeri dalam tubuh kita saat tertawa, menonton komedi, mendengarkan musik dan makan cokelat," ujar Sandiaga (tempo.co, 14/7/2021).


Jangankan coklat dan mendengarkan musik, untuk makan hari ini saja rakyat tak punya. Entah rakyat mana yang mereka maksud, yang jelas, rakyat Indonesia sedang berjuang sendiri tanpa adanya dukungan dari negara. Setiap lisan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, namun dengan nyata mereka telah melalaikan itu.


Beragam fakta menggambarkan mentalitas para penguasa di rezim kapitalis. Tidak berorientasi melayani pemenuhan kebutuhan rakyat. Mereka berfikir memperkaya dan menyelamatkan diri sendiri. Memberikan simpatipun tak pandai kecuali makin menjadikan penderitaan rakyat sebagai musik yang mereka perdengarkan setiap hari. 


Mental mengerikan ini tentu tak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pendidikan dan pembiasaan yang mereka terima dalam keluarga mereka. Setiap kesalahan bukannya disikapi dengan perbaikan, justru dianggap sebagai kebiasaan. Terlebih lagi, masyarakat dimana sebuah keluarga itu tinggal berasaskan sekularisme yang tidak menjadikan Islam sebagai solusi setiap persoalan manusia. Standar marah, benci, suka, tak suka setiap keluarga tak sama. Sekali lagi karena gambaran Islam sebagai solusi yang disyariatkan Allah dianggap tidak ada , mustahil bahkan kabur. 


Padahal kisah Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin tak bisa kita elakkan merupakan prestasi yang tak hanya berlaku pada masanya, namun kinipun masih tiada banding. Masyhur kiranya kisah bagaimana kisah Umar bin Abdul Aziz, ia justru menangis ketika rakyat sepakat membaiatnya sebagai khalifah. Dan saat ia beristirahat, putranya Abdul-Malik berkata, ‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’ 


Umar pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, ‘’Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’. Umat kembali fokus pada amanah yang sudah ia sanggupi untuk diiemban. Di bawah kepemimpinannya, kaum Muslim hidup lebih dari cukup bahkan menjadi negara ula yang mampu memimpin dunia. Pemimpin sekaliber Umar bin Abdul Aziz bukan mustahil kita hadirkan hari ini, hanya butuh perubahan dasar pengaturannya, yaitu Islam dan bukan kapitalis demokrasi yang berlandaskan sekularisme. Wallahu' alam bish showab.

Komentar

Postingan Populer