Gagasan Perdamaian Palestina-Israel, Poltik Abal-abal

 


Oposisi Israel telah membentuk koalisi baru untuk pemerintahan baru, yang akan menggulingkan Benjamin Netanyahu dari kekuasaan selama 12 tahun. "Ini akhir era kelam Netanyahu," kata Kareem Hassanian (44 tahun), seorang psikolog Palestina yang tinggal di Jalur Gaza, lokasi yang menjadi medan pertempuran Israel dan Hamas, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Jumat (4/6/2021) , (kompas.com, 5/6/2021).


Namun, di lain sisi Kareem berpikir, "Dan ini adalah awal dari era kegelapan baru. Koalisi baru tidak akan berbeda dari (pemimpin) yang sebelumnya. Israel masih menduduki Palestina. Kami belum melihat akhir dari pendudukan di tahun mendatang." Sama halnya dengan Kareem, kebanyakan dari warga Gaza tak terlalu peduli politik hari ini, mereka hanya fokus pada kehidupan mereka yang tak pernah lepas dari tekanan. 


Terlebih Kareem melihat ada yang aneh dengan keanggotaan salah satu tokoh dalam koalisi baru tersebut. “Aneh bahwa Mansour Abbas adalah bagian dari koalisi ini,” . Mansour Abbas adalah ketua Partai Arab Bersatu, ia sekarang menjadi anggota Knesset untuk partai tersebut. Tentu keterlibatannya bukan sekadar solidaritas antar bangsa. Namun lebih kepada pengukuhan dukungan Arab kepada Israel. 


Sementara itu, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menegaskan pentingnya Palestina dan Israel kembali ke meja perundingan untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng, menyusul pengumuman gencatan senjata di Gaza. Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan tertutup dengan sejumlah menteri luar negeri dan Presiden Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volkan Bozkir di New York, yang dilakukan setelah sesi debat yang digelar badan dunia itu khusus untuk membahas situasi Palestina pada Kamis 20 Mei 2021 (viva.co.id, 21/5/2021).


Seringkali kita terjebak dalam pemikiran. Perjanjian damai akan mengakhiri konflik Palestina-Israel. Terlebih setelah ada pergantian pemerintahan di Israel. Sungguh naif, inilah bukti bahwa pemahaman fakta apa yang sebenarnya terjadi di Israel dan Palestina sangat minim di kalangan kaum Muslim. 


Mengajukan perdamaian justru adalah cara pandang sekular, ironinya itulah yang dilakukan oleh pemimpin dunia Islam, sebab akar persoalannya bukan sekadar persoalan dua negara yang bertikai, tapi ini sudah menyangkut penjajahan, perebutan wilayah dan pembunuhan warga sipil di Palestina. 


Ribuan warga Palestina gugur sebagai syuhada, tak hanya dari kalangan pria, namun juga perempuan dan anak-anak. Semua luput dari pemberitaan media, sebaliknya, korban dari Israel yang hanya ratusan mendapat simpati dan bahkan dukungan sepenuh hati dari negara-negara barat, salah satunya dan yang terbesar adalah Amerika. Bantuan donasi hanya menyembuhkan warga Palestina yang terluka dan membantu mereka bertahan hidup. 


Namun, bagaimana cara menghentikan sebab utamanya? Kita fokus pada donasi dan rehabilitasi, namun di saat yang sama kita justru bungkam ketika Israel dengan sokongan negara adidaya menginjak, mengusir bahkan membunuh tanpa ampun. Padahal itulah fakta yang kita harus melek, penjajahan itulah yang harus dihapus, agar tak terus berulang dan sekadar memenuhi ruang berita media nur simpati bahkan berpikir politis. 


Satu sisi pemimpin dunia Islam mengecam apa yang dilakukan Israel, tapi di sini tak ada kesatuan pemikiran terkait solusi, pemimpin negeri Muslim hanya mengecam sebatas norma, di sisi lain mereka bekerjasama dan melakukan hubungan mesra dengan barat. Seperti dilansir cnbcindonesia.com, 15 Juni 2021, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) menyambut Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam sidang paripurna NATO di Brussels, Senin (14/6/2021) waktu setempat.


Tidakkah ini menyakitkan? Padahal Amerikalah yang membuat Israel kuat. Posisi Amerika bagi Islam adalah negara muhariban fi'lan, yang kita samasekali tak boleh melakukan kerjasama apapun kecuali hubungan perang. Seharusnya, itulah yang dilakukan jika benar pemimpin Muslim ada untuk amanah, kekuasaan. 


Semestinya kita, yang diperkuat dengan ikatan akidah, saling membantu dan bersatu dalam mengupayakan sebuah solusi besar menghentikan Israel, yaitu meninggikan kalimat Allah dan menegakkan sebuah sistem pemerintahan yang mampu menandingi kekuatan negara ula hari ini. Sekali lagi, sayang, institusi inilah yang semestinya diperjuangkan sebab menjadi solusi satu-satunya, namun malah dikriminalkan, setiap pejuangnya dianggap sebagai terorisme. 


Inilah ujian keimanan, apakah kita tetap yakin bahwa hanya Islam yang terbaik ataukah hukum yang lain, banggakah kita dengan Islam yang memiliki cara tertentu dan paripurn bagi setiap problema hidup manusia? Untuk itu perlu ada opini umum yang melingkupi rakyat sebagai pemantik munculnya kesadaran umum agar umat tersadarkan dan membawa perubahan. Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer