Bantuan Quota, Solusi Cupet Dana

 



Tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7,2 triliun untuk bantuan kuota data kepada guru, siswa, dosen dan mahasiswa selama empat bulan, dari September hingga Desember. Tahapan penyaluran bantuan kuota data internet tersebut dilaksanakan selama dua tahap sampai Oktober 2020, jumlah penerimanya mencapai 35,7 juta penerima (JPNN.com, 8/2/2021).

Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (PAUD Dasmen) Kemendikbud Jumeri, pemerintah memang berencana melanjutkan program bantuan kuota internet selama PJJ di 2021. Karena keterbatasan dana dan harus ada perbaikan sistem setelah hasil evaluasi di tahun 2020 maka, anggaran tahun 2021 sedang dihitung lagi lebih cermat. 

Alokasi kuota yang diberikan yakni untuk peserta didik PAUD sebanyak 20 GB/bulan, peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah 35 GB/bulan, pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah 42 GB/bulan, serta untuk mahasiswa dan dosen 50 GB/bulan. Seluruhnya mendapatkan kuota umum sebesar 5 GB/bulan, sisanya adalah untuk kuota belajar.

Sekilas, kebijakan ini nampaknya membantu kesulitan peserta didik dan tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas belajar mengajar. Namun sejatinya ini adalah kebijakan minimalis, yang receh dan mungkin bisa diadakan oleh agen penjualan pulsa online yang kini marak. Sebab, faktanya pendidikan daring di masa pandemi tak semata persoalannya berkutat pada persoalan pulsa. 

Berapa banyak anak negeri ini yang sudah memasuki usia sekolah namun tak bisa sekolah sebab orangtuanya kolaps terdampak pandemi. Akhirnya mereka mengadu nasib, berkeliaran di jam-jam sekolah guna membantu asap dapur mengepul. Ayah PHK, inipun terpaksa keluar rumah untuk menyambung nyawa. 

Berapa banyak anak di negeri ini tak punya seragam, namun Mendikbud justru mengeluarkan SKB tiga menteri yang berisi intimidasi kepada Islam sebagai agama intoleran dengan tidak boleh sekolah atau guru memaksa muridnya mengenakan baju keagamaan (baca:jilbab). 

Bahkan berapa anak di negeri ini tak punya gedung sekolah, berangkat sekolah bertaruh nyawa bergelantungan di jembatan dari seutas tambang. Jembatan penghubung desa dan sekolah roboh dan tak pernah direnovasi. 

Berapa anak di negeri ini tak punya gadged. Jangankan laptop, handphone saja harus berebut dengan satu rumah yang juga daring. Belum lagi dengan guru berstatus PPPK yang harap-harap cemas terkait kesejahteraannya. Bagaimanapun tenaga pendidik adalah manusia normal yang ingin reward atas usahanya. 

Bagaimana dengan kurikulum? Tahun lalu ratusan buku PAI yang didalamnya mengajarkan jihad dan khilafah direvisi total sebelum kemudian dirilis kembali. Kemudian program vokasi bagi siswa SMEA dan sederajat, kampus merdeka yang hanya mencetak buruh siap kerja, terampil dan beragama minimalis. Yang mempersoalkan rohis daripada pergaulan bebas remaja, yang mengutamakan e-sport ( game) sebagai cabang olahraga daripada mengenalkan Islam politik. 

Persoalan pendidikan nyatanya tak hanya dipermukaan atau hilir, namun  ini berawal dari hulu, dimana pengaturan penyelenggaraan pendidikan dikapitalisasi dan diliberalisasi. Sebuah sistem yang berlandaskan sekularisme, peniadaan campur tangan agama dalam menyelesaikan persoalanan manusia. 

Manusia dicetak bukan untuk membangun peradaban sendiri sebagai khoiru ummah, namun menjadi kacung di negeri yang kaya raya, sumber daya alam melimpah, namun bodoh dan naif, melihat saudara seakidah  bak melihat serigala. Namun melihat kufar sebagai saudara. 

Mengapa Islam yakin dengan thariqoh (metode) pembiayaan seluruh operasional kewajiban negara hanya dari tangannya sendiri? Karena Islam memiliki Baitul mal yang mekanisme pos pemasukan dan pengeluarannya simple dan mudah dipahami. Mudah pula penerapannya. Sehingga bisa segera digunakan pembiayaan apa yang menjadi kebutuhan rakyat. 

Saatnya masyarakat sadar, cita-cita memiliki generasi bertakwa, cerdas IPTEK dan paham Agama yang mumpuni tak cukup dengan diselesaikannya masalah pulsa. Ini hanya solusi Cupet ( minim keuangan=Jawa). Dan bentuk nyata pengabaian urusan negara kepada rakyat. Yang benar adalah dengan penerapan Islam Kaffah, yang akan menjamin pendidikan luar biasa. Output yang berkualitas.   Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer