Pulau Lusi, Target atau Korbn Kapitalisme?



Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan sinyal kepada Pemkab Sidoarjo untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan Pulau Lusi yang merupakan aset nasional dibawah kewenangan KKP.

Kunjungan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB. Haeru Rahayu ke Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo) beberapa hari lalu yang disambut hangat oleh PJ Bupati Sidoarjo Hudiyono membuktikan ada keseriusan itu. 

TB. Haeru Rahayu mengatakan, pihaknya diperintahkan oleh menteri KKP untuk melakukan apa yang bisa dilakukan untuk menggerakkan perekonomian di kepulauan Lusi agar bisa menggeliat. Boleh dikata ini proyek merubah musibah menjadi berkah.

Pulau Lusi terbentuk karena endapan dari aliran sungai yang mengarah ke laut lepas. Aliran tersebut membawa material dari Lumpur Lapindo. Hal ini karena bendungan lumpur tak bisa menampung luapan lumpur yang terus menerus, sehingga sebagian di buang ke sungai Porong. Selama setahun lebih akhirnya terbentuklah endapan padat dari lumpur dan membentuk daratan baru.

Pemerintah Sidoarjo lantas berinisitif menjadikannya sebagai tempat wisata anyar. Harapannya, bisa membawa manfaat positif secara ekonomi. Dan baru kali ini mendapat apresiasi dari Kementrian Kelautan dan perikanan (sidoarjoterkini.com,17/1/2021).

Apapun bisa jadi uang, itulah yang terpikir oleh pemkab. Tragedi luapan lumpur yang hingga kini belum tuntas penyelesaian ganti ruginya tak membuat mundur pemkab, kewajiban otonomi daerah sepertinya lebih penting. Dimana pemerintah kabupaten dan provinsi diminta swadaya memenuhi kebutuhan pembiayaan daerahnya.

Peresmian destinasi wisata baru ini akan berdampak pada masyarakat atau tidak bukanlah prioritas . Jelas pariwisata hanya membutuhkan pebisnis. Entah kakap atau sekelas UMKM,namun yang pasti, aroma benefit hanya akan dinikmati oleh mereka yang memiliki modal besar. 

Padahal jika pendapatan daerah hanya difokuskan pada pendapatan pariwisata jelas tidak akan bisa mandiri 100 persen, bahkan dampak buruknya lebih terasa seperti ekploitasi lingkungan berlebihan, infiltrasi budaya barat dan timur yang jelas keburukannya. Sedangkan Sidoarjo dikenal dengan kaya Sumber Daya Alam lainnya yang bisa lebih paten dalam menyokong biaya operasional pemerintah kabupaten dalam mencukupi kebutuhan rakyatnya, individu perindividu. 

eDmikian pula dengan industri di Sidoarjo, banyak variasinya namun tak mampu mendongrak kemakmuran rakyat. Cara pandang inilah yang berasal dari benak manusia, Dimana pendapatan daerah hanya berfokus pada produksi produk tanpa memikirkan bagaimana cara pendistribusiannya. Apakah rakyat menerima manfaatnya , jelas tidak!

Buruknya pelayanan Covid-19 dan kepastian hukum korban lapindo menunjukkan fokus pemerintah pusat dan daerah tak ada bahkan lalai. Dan fix kita butuh perubahan, yaitu kembali pada pengaturan Allah SWT. Jangan sampai jatuh ke tangan Kafir yang tak pernah ingin kebahagiaan kecuali untuk diriNya sendiri ?Wallahu a' lam bish showab.



Komentar

Postingan Populer