PPKM Jawa-Bali diperpanjang, Solusi Tepatkah?

 

Ilustrasi pertambahan pasien positif Covid-19


Penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diperpanjang dua pekan, hingga 8 Februari 2021. Sebabnya, PPKM yang sudah berjalan hampir dua pekan ini dinilai kurang efektif. Angka kasus COVID-19 di Indonesia setiap harinya malah terus bertambah.


Di Jawa Timur, berdasarkan data dari laman https://www.infocovid19.jatimprov.go.id/per tanggal 21 Januari 2021, angka kasus COVID-19 di Jatim bertambah 1.134 orang. Total kasus COVID-19 terkonfirmasi di Jatim ada 103.286 kasus.


Menurut Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo, PPKM kali ini tidak seefektif jika dibandingkan dengan PSBB yang pernah diterapkan.



"Nggak efektif. Bandingkan dengan PSBB dulu. Surabaya Raya dan Malang Raya waktu PSBB itu cukup ketat, artinya aktivitas yang non esensial nggak boleh jalan. Yang boleh jalan yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, kesehatan, dan lain-lain," kata Windhu saat dihubungi, Jumat (detiknews.com,22/1/2021).


Bahkan PPKM yang diberlakukan sejak 11 Januari tersebut dinilai lebih longgar. "Jadi yang dulu lebih ketat saja kurang efektif hanya ngerem sedikit apalagi sekarang. Sekarang tertutup dengan berita vaksin, jadi orang nggak ngereken (Menghiraukan). Dulu juga sweeping masih ketat, sekarang hanya sesekali. Kita ini hanya pasang nama aja, kalau sudah melakukan pembatasan tapi substansinya nyaris tidak sama dengan namanya," jelas Windhu. 


Karena keadaannya makin bertambah buruk, lantas mengapa tetap rakyat yang disalahkan? Masyarakat dianggap kedisiplinannya terkait protokol kesehatan lemah. Bahkan hingga level 50% . Mengapa pemerintah tak mencoba bertukar peran saja, hingga bisa lebih memahami kondisi masyarakat ketika mencoba bertahan hidup?


Tak adanya jaminan secara total kepada rakyat, membuat mereka bersikap masa bodoh. Sebab hidup mesti terus berjalan, keluarga butuh dinafkahi. Setiap informasi yang diberikan kepada masyarakat tak disertai edukasi selain reminder gerakan 3M. Padahal akidah bisa jadi telah bergeser dan kemudian menyalahkan hidup, enggan ikhlas dan menggerutu kepada Allah Sang Pemberi Rezeki. 


Abainya pemerintah bukan tanpa alasan. Dalam demokrasi pemaknaan kekuasaan sangatlah berbeda dengan Islam. Bagi kapitalis, kekuasaan adalah alat untuk menjamin seseorang tetap memiliki kebebasan bicara, perilaku, memiliki dan beragama. Maka yang dilakukan negara adalah menciptakan payung hukum guna menjamin kebebasan itu tetap ada. Meskipun resikonya adalah rakyat yang terabaikan. 


Akhirnya negara berdiri sebagai regulator, fix kita hidup sendiri, semua pembiayaan hidup kita tanggung sendiri, bahkan hingga belanja negara kita yang biayai, bagaimana bisa? Ya, APBN atau APBD berasal dari pajak yang kita bayar, dalam UUD 1945 dijelaskan untuk kemaslahatan masyarakat, namun praktiknya justru sebaliknya. Naasnya, justru dana-dana itu rentan dikorupsi. 


Maka, apakah perpanjangan PPKM ini solusi terbaik? Belum tentu jika teknik penanganannya sama seperti yang lalu. Tidak memisahkan antara si sakit dan sehat, tidak menjamin kebutuhan hidup yang sakit dan isolasi, tidak memberikan informasi yang jelas, tidak terus menerus membebankan perekonomian pada rakyat namun menstimulus pengusaha. 


Sebab rakyat tidak semuanya pengusaha. Dan tidak setiap rakyat punya kemampuan yang sama untuk mengembangkan hartanya, itu fitrah namun dalam sistem kapitalis ini dianggap kelemahan. Penghambat pertumbuhan ekonomi. Sedang dalam Islam orang-orang yang lemah ini jika perempuan akan didata siapa walinya kemudian jika tidak ada wali negaralah yang menanggung nafkahnya. 


Bagi kaum laki-lakinya, maka negara akan membuka lapangan pekerjaan, memberinya bantuan baik benda tak bergerak maupun bergerak jika tetap lemah maka negara yang akan menjamin hidupnya. Intinya, di pundak negaralah seluruh jaminan pemenuhan kebutuhan pokoknya sebagai sabda Rasulullah saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). 


Selama pemerintah masih setengah-setengah mengurusi rakyatnya, maka perubahan menjadi lebih baik tak akan pernah terwujud. Wallahu a' lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer