Matinya Demokrasi, Marak Persekusi

 


Akhir tahun 2020 ditutup dengan peristiwa mengenaskan, matinya demokrasi sebab banyaknya persekusi. Kali ini pemerintah telah mengumumkan bahwa FPI sebagai organisasi terlarang berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan pimpinan lembaga. 


"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang akan dilakukan karena FPI tak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," kata Menko Polhukam Mahfud MD, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta ( JPNN.com, 30/12/2020).


Kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang dilindungi UU seketika tak berlaku, tanpa proses peradilan, pemerintah arogan, membubarkan begitu saja ormas Islam sebagaimana hal yang sama dilakukan terhadap HTI pada tahun 2017 lalu. 


Kesalahan yang dituduhkan pun terkesan mengada-ada. Bukan tindak kriminal, korupsi, nepotisme, kolusi dan sederet tindak kejahatan lainnya, namun hanya karena mereka mendakwahkan Islam dan dianggap meresahkan. Ironi, negeri mayoritas penduduknya beragama Islam, pemimpinnya Muslim namun kebenciannya kepada Islam nampak nyata. 


Menanggapi berdirinya Front Persatuan Islam (FPI) sebagai ganti dari Front Pembela Islam yang baru saja dibubarkan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak melarang pendiriannya bahkan beranggapan wajar sebagaimana masa orde baru, ketika partai Masyumi dibubarkan muncullah multi partai diantaranya Parmusi, PPP, DDII dan yang lainnya.


Bahkan Mahfud menekankan,"Boleh. Mendirikan apa saja boleh, asal tidak melanggar hukum," ucap Mahfud dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat, 1 Desember 2021. Namun tentu saja yang dimaksud dengan hukum disini adalah apa yang dikehendaki pemerintah, bukan keadilan yang semestinya. 


Dan sungguh mengecewakan sebab ternyata muncul dukungan dari Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) Nusantara DKI Jakarta,"Pembubaran FPI itu untuk menyikapi persoalan yang terjadi di negara ini, khususnya tindakan-tindakan yang dianggap radikalisme yang kemudian bertentangan dengan ideologi negara," demikian menurut Wixen Nando korda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara DKI Jakarta (JPNN.com, 1/1/2021).


Mahasiswa yang identik dengan sebutan agent of change terbutakan dengan fakta siapa sebenarnya pelaku radikalisme dan penentang ideologi negara. Sebab jika melihat kembali rekam jejak FPI, tak ada satupun yang mengarah pada dua tuduhan tersebut. Malah justru yang kehilangan idealisme adalah BEM sendiri. 


Apa yang masih tampak dari ideologi negara ini? Mereka yang menyerukan paling Pancasilais nyatanya berbaris rapih dengan mengenakan jaket orange karena tindak koruspi dan gratifikasi. Bahkan penjaga ideologi dengan bayaran tinggi tak bergeming ketika OPM mengumumkan kemerdekaannya atas Papua Barat. Lantas mengapa masih keukeuh mempertahankannya?


Rakyat butuh solusi nyata, hadirnya FPI sebagai salah satu ormas yang dekat dengan masyarakat buktinya, mereka bergerak dalam diam. Menuntaskan masalah umat mulai dari masalah akidah, ekonomi, penanggulangan bencana, sosial dan lainnya. Padahal itu semua secara syariat adalah tugas negara. Sebab meskipun keanggotaan FPI di seluruh Indonesia, namun tetap saja ada keterbatasan pengurusan umat secara keseluruhan.


Itulah mengapa, Rasulullah menjadi teladan kita yang terbaik, beliau taat kepada Allah SWT dengan mengatur seluruh urusan masyarakat melalui negara dan itulah yang sepanjang hayat beliau lakukan. Diikuti oleh para sahabat dan khalifah-khalifah selanjutnya. 


aDri Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).


Sesungguhnya makar Allah lebih besar lagi daripada rezim hari ini, maka, tunggulah, ada saatnya datang balasan ketika penguasa lebih loyal kepada kufar atau orang yang memodalinya sementara terhadap sesama Muslim bersikap keji. Inilah bukti matinya demokrasi, melalui pemimpinnya sendiri sebagaimana yang dipaparkan oleh dua profesor dari Harvard dalam bukunya "How Democracy Die". 


Maka, hal yang kini harus kita upayakan adalah persatuan kaum Muslim, beda Harakah bukan persoalan, sebab intinya sesama Muslim adalah bersaudara sebagaimana firman Allah dalam QS Al Hujurat :10. Dengan persatuan maka akan kita taklukkan kekufuran. Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam. Kita sebagai pemeluknya semestinya memegang erat apapun resikonya. Wallahu a' lam bish showab.



Komentar

Postingan Populer