Marak Seks Pranikah Siapa Yang Salah?





Dilansir dari CNN Indonesia, 28 Desember 2020, 93 persen siswi Depok seks pranikah, merespons temuan tersebut, Komnas Perempuan mendorong sekolah mengadakan pendidikan seksual yang lebih komprehensif.



Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan dorongan ini menjadi penting, terlebih hasil survei Komnas Perlindungan Anak yang menyatakan 93,8 persen dari 4.700 siswi SMP/SMA di Depok, Jawa Barat, yang mengaku pernah berhubungan seksual.


"Karena perilaku berisiko yang sering dilakukan relasi pacaran kalau terjadi, dampak terburuk yang diemban pada perempuan, karena adanya kehamilan yang tidak diinginkan," katanya (CNN Indonesia, 28/12/2020).


Selain kehamilan, Alim mengatakan ada banyak perkara hubungan lawan jenis yang perlu dipahami siswa dan siswi di usia remaja. Termasuk menghindari kekerasan dalam pacaran sampai hubungan yang tidak sehat.


Sementara menurut pemahamannya sebagai ahli di bidang kajian gender dan pendidikan seksualitas, masyarakat Indonesia masih menganggap pendidikan seksual di sekolah artinya mendorong kegiatan seksual aktif.


Padahal menurut riset yang dilakukan di negara dengan pendidikan seksual di sekolah, sambung Alim, siswa dan siswi cenderung mengurungkan niat melakukan hubungan seksual setelah mendapat pengetahuan yang komprehensif. Benarkah riset ini?



Pemahaman bahwa anak di bawah umur yang melakukan hubungan seksual karena tidak memiliki pendidikan terhadap dampak dan risiko yang dapat ia alami, baik secara sosial, budaya, norma dan agama tak sepenuhnya benar. Karena faktanya justru yang memiliki pengetahuan terbanyak tentang seks pra nikah lebih banyak yang mempraktikkan. Justru ia lihai sebab ia telah tahu resikonya. 


Manusia bertindak sesuai dengan apa yang dipahaminya. Maka, jika hanya memberikan informasi berupa pendidikan seksual komprehensif tak akan bisa menghentikan kejahatan seksual. Mengapa disebut kejahatan seksual? Sebab pemerintah tak ada tindakan nyata untuk menghukuminya hanya dengan alasan masih di bawah umur. 


Padahal secara fisik mereka telah sempurna, dalam syariat diistilahkan sudah baligh, maka artinya secara syariat mereka sudah terbebani dengan hukum sebagaimana manusia dewasa lainnya. 


Harus ada tindakan lainnya yang tujuannya adalah mendukung yaitu pertama, pelaku seks pranikah tetap dimasukkan dalam pelaku kriminal, sebab tindakannya sudah meresahkan masyarakat dengan mempertontonkan perilaku tak manusiawi.



Kedua, dari survei KOMNAS Perempuan terungkap 97 persen responden mengaku pernah menonton pornografi. Maka harus ada kerjasama dari penguasa, untuk menghapus akun atau situs yang tak senonoh, sebab hari ini mereka justru bak jamur yang tumbuh di muslim hujan. Mudah diakses hanya dengan sentuhan jari. 


Ketiga harus ada hukuman yang jelas meskipun pelakunya adalah pelajar. Sebab pelajar adalah agen of change, yang tak boleh terkontaminasi dengan pemikiran salah dan sesat. 


Mungkin perlu diperhatikan apa yang dilakukan Walikota Jawa Barat, Ridwan Kamil dengan membentuk Crisis Center Corona di Depok. Menurutnya, perempuan kerap kali menjadi pihak yang paling dirugikan. Misalnya ketika siswi yang hamil kemudian dikeluarkan dari sekolah, sehingga pemenuhan haknya terhambat. Inipun tak terlalu membantu, sebab ini masalah aturan yang diterapkan.


Keempat adalah edukasi secara massal atau personal, agar rakyat tak hanya berputar pada hubungan badaniyah saja, melainkan produktif menghasilkan amal-amal yang yang disukai Allah. Artinya karena edukasi ini kaum Muslim khususnya menjadi hanya bersandar kepada Allah SWT.


Standar bahagianya pun bergeser dari hanya melulu pemenuhan kebutuhan jasadiyah beralih kepada meraih Ridha Allah SWT, sebab hidup tak hanya di dunia. Bagi orang beriman ada kehidupan yang lebih abadi, yaitu akhirat. Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer