Menikah itu Sunnah, Bukan Perkara Kaya Miskin





Berita ini sebetulnya sudah lama dan kini muncul kembali. Dimana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan jumlah rumah tangga miskin saat ini mencapai sekitar 7,6 juta keluarga yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kemudian, Muhadjri menyebut jumlah rumah tangga miskin terus meningkat lantaran keluarga miskin menikah dengan keluarga miskin lain, sehingga memunculkan rumah tangga miskin baru.

Sesama keluarga miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru," kata dia, kata Muhadjir saat menjadi pembicara inti dalam webinar yang digelar oleh Kowani. 

Menurut Muhadjir, perlu memutus mata rantai rumah tangga miskin yang semakin hari terus bertambah. Salah satu program yang pihaknya jalankan saat ini adalah pembekalan bagi para calon pengantin (CNN Indonesia, 4/8/2020).

Menikah adalah Sunnah Rasulullah SAW dan bukan solusi menghilangkan angka kemiskinan. Keduanya adalah hal yang berbeda. Lebih dari itu, pernikahan merupakan pintu menuju misi dan visi luar biasa yang ditetapkan Allah SWT yaitu melestarikan jenis manusia. 

Pernikahan adalah satu-satunya jalan yang diperbolehkan Islam untuk pergaulan laki-laki dan perempuan dan bukan pertunangan ataupun pacaran, sebab keduanya adalah zina yang Allah SWT haramkan. 

Menikah adalah juga dalam rangka mewujudkan keluarga tangguh dan berkepribadian Islam. Sebab dari sebuah pernikahan akan terlahir keturunan yang kemudian dididik dan diasuh menjadi sosok pribadi yang cinta Allah dan RasulNya.

Maka, tugas negara adalah memastikan setiap warga negaranya untuk menikah jika sudah terlihat sanggup menahan beban pernikahan. Dan  bukan menentangnya dengan penetapan batas umur misalnya sebab hal itu hanya semakin menyuburkan perzinahan saja. 

Di sisi lain soal kesejahteraan pasangan pengantin adalah sama dengan individu rakyat lainnya, yaitu dijamin negara. Sebab sejahtera adalah keadaan yang ingin dicapai ketika negara menyelenggarakan pemenuhan seluruh kebutuhan rakyatnya. 

Memang jika perkawinan di uji dengan harta akan goyah, namun ia tak pernah berhubungan dengan perekonomian. Sebab perekonomian melibatkan banyak hal. Tak pelak kita harus mengadakan perubahan, bahwa aturan yang melingkupi seluruh urusan rakyat hari ini belum bisa mewujudkan terpenuhinya hak rakyat. 

Kaya dan miskin selain bagian apa yang ditetapkan Allah SWT, namun ada ranah bagi manusia untuk iktiar memperbaiki taraf hidupnya, sehingga tak nampak kesenangannya. Dan inilah peran negara yang menentukan, dengan sistem apa ketika mengatur. Jika kapitalisme, jelas kemana seluruh kekayaan berkumpul, yaitu hanya pada para pemilik modal saja. 

Kesimpulannya, pernyataan pak Muhajir adalah pernyataan tanpa dalil. Menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah  tak punya teori khusus untuk upaya penjaminan seluruh kebutuhan masyarakat. Ini bisa dipahami sebab posisi negara dalam sistem Kapitalisme yang diterapkan hari ini adalah bukan periayah umat, melainkan pekerja partai. Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer