Bapak Tahu Kami Susah Belajar?





Saat di kota ibu-ibu ribut perkara sinyal, pulsa dan aplikasi terbaik penunjang Pendidikan Jarak Jauh ( PJJ), beberapa siswa SD di Sidrap, Desa Tanatoro, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel)  bahkan hingga bertaruh nyawa mencari sinyal hingga di tepi jurang. Semua sama-sama suara rakyat, yang ingin belajar online (detikNews, 28/7/2020)

Rasa ngeri mungkin sudah tertinggal dalam film laga atau horor, puluhan Siswa SD dan SMP satu atap (Satap) 11 Batu , terpaksa belajar di tepi jurang. Sebab, tempat tersebut merupakan satu-satunya spot yang memungkinkan mereka mendapatkan jaringan internet lewat ponsel.

Belajar di tepi jurang menjadi rutinitas para siswa ini sejak pandemi virus Corona (COVID-19) yang mengharuskan mereka belajar secara daring. Desa Tanatoro merupakan salah satu desa terjauh dari Ibu Kota Kabupaten Sidrap dengan jarak 54 kilometer di bagian timur.

Para siswa di daerah terpencil ini sebagian besar tidak menggunakan media jaringan karena jaringan selular tidak ada serta tidak memiliki HP android. Mereka terpaksa belajar secara kelompok di tepi jurang bersama menumpang HP android milik beberapa temannya.

Di lokasi, para siswa mengerjakan tugas dengan beralaskan papan dalam mengerjakan tugas serta daun pohon aren sebagai atap untuk berteduh. Jarak dari sekolah dengan lokasi tempat mereka mengerjakan tugas secara kelompok lebih dari 4 kilometer.

Entahlah, apakah bapak menteri pendidikan yang terhormat melihat fakta ini? Masihkah tega mewacanakan KBM permanen online, sementara fasilitas pendukung pendidikan terabaikan.

Padahal UUD 1945 pasal 31 amandemen sangatlah jelas mengamanatkan  pada ayat 1 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.  

Berdasarkan pasal 31 ini, negara memiliki dua kewajiban yaitu: menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga negara, dan membiayai pendidikan bagi warga negara. Malah yang lebih menyayat, kucuran dana 25-40 miliar Program Organisasi Penggerak (POP) yang  merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Atau hibah milyaran rupiah juga untuk para UMKM. Mengapa semua berbasis ekonomi, untuk siapakah manfaat keberpihakan ini hingga mengalahkan upaya pendidikan generasi?

Dalam Islam, menuntut ilmu adalah salah satu yang dijamin negara sebab hal itu bagian dari kebutuhan asasi masyarakat. Maka, jaminan terselenggaranya hingga individu per individu dapat mengenyam pendidikan berkualitas adalah sebuah keharusan. 

Ini jika arah pandang pengurusan seorang pemimpin adalah ri' ayah atau pelayan umat dan bukan regulator kebijakan. Terlebih jika dijiwai perhitungan untung rugi. Dengan tega menjadikan pendidikan sebagai proyek memperkaya korporasi. 

Padahal bisa dibayangkan, mungkinkan ada kemajuan perekonomian tanpa ada generasi yang kuat dan cerdas? 

Bapak menteri, betapa berat dosa yang kelak anda tanggung jika terus menerus hanya mengeluarkan program tanpa ada perbaikan fasilitas. Mungkin anda hanya akan dipuji dunia Karen kreatif tak berbatas, namun menjadi hinaan dihadapan Allah ketika masih banyak anak terlantar dan tak bisa mengenyam pendidikan dengan layak. 

Hanya butuh kemauan untuk hijrah dalam bidang pendidikan , hijrah menuju sistem yang solid, berjalan selama 1300 tahun dan telah menghasilkan generasi bernas berikut ilmuwan penyumbang kemajuan beradab. Yaitu Islam. Wallahu a' lam bish showab. 

Komentar

Postingan Populer