Bangun Komunikasi Agar Iman Satu Frekwensi dengan Imun






Hadis yang masyhur, dari An Nu'man bin Basyir Radhiyallahu' anhuma, Nabi Shallahu' alaihi wa salam bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Artinya, jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah dan ikhlas dalam niat. Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).


Pada masa keemasan dunia Islampun, para dokter dan psikolog Muslim telah  mampu menemukan bentuk pengobatan modern bagi penderita sakit jiwa seperti, mandi pengobatan dengan obat, musik terapi dan  terapi jabatan.

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan keseharan spritual dan kesehatan psikologi.

                                                                         
Sedangkan untuk  kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb. Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan.

Begitu luar biasanya Islam. Tak henti-hentinya kebanggaan ini berdesir-desir di hati. Betapa Islam sangat mampu diandalkan dalam setiap keadaan, apakah kaum Muslim tahu? Atau kebanyakan dari kita hari ini masih disilaukan dengan dunia kedokteran barat. Nyatanya peletak pondasi kesehatan, baik ilmu, pengobatan maupun pelayanan dibangun oleh Islam.


Sayang memang, hari ini sulit untuk tetap sehat bahkan waras, sebab pemisahan agama dari kehidupan kental mempengaruhi pola pikir dan pola sikap. Banyak orang yang diusianya yang belum terlalu tua namun sudah menderita berbagai macam penyakit bahkan tak ringan.

Baik dari hadis maupun pemaparan sejarah, telah terbukti bahwa sehat badan dari sehat pikiran. Imunitas akan kuat jika pikiran pun tak mendapat tekanan yang tak alamiah. Dan wabah Covid-19 telah kembali membuktikan hal itu. Virus yang kasad mata ini mampu meluluhlantakan kesehatan terlebih jika si penderita mengalami depresi akut.

Namun di tengah kondisi yang begitu melelahkan tetap kita tak boleh meninggalkan iktiar. Sebab hadist larangan membahayakan diri sendiri dan orang lainpun sudah sangat jelas dipringatkan oleh Rasulullah SAW.

Maka langkah awal bentengi diri dengan iman yakin bahwa segala sesuatu yang hari ini menimpa kita adalah seijin Allah dan dalam rangka untuk menguji kita. Makin berat, makin dekat kenaikan kelas. Hal inilah yang saya sampaikan ke anak-anak. Tak henti-hentikan saya dorong mereka untuk bersyukur, sebab meskipun terjadi bencana kita masih mendapat banyak anugerah. Masih sehat, masih bisa berkumpul, berkomunikasi, beraktifitas rutin dan lain sebagainya.

Awalnya di sepuluh hari pertama belajar di rumah mereka sudah mengalami kebosanan. Kangen teman dan lingkungan sekolah. Wajah murung dan lisan tak henti-hentinya menggerutu. Terutama anak kedua, yang memang secara sifat lebih ramai dan terbuka dibanding kakaknya. " Aku mau sekolah Bu..."
" Aku bosan.."

Dan seterusnya. Kadang butuh jawaban serius, kadang hanya jawaban canda semisal," Ya sudah, sana ganti baju, sekolah sana sama pak Mul ( satpam sekolah) nanti ibu jemput jam 15.00" dan alhasil sebuah cubitan dilayangkan. Sederhana, tapi putriku bisa kembali tersenyum. Artinya hatinya senang dan...bisa jadi imunnya naik satu derajat..

Kalau kakaknya lebih Cool, tak terlalu menggubris apakah belajar di rumah diperpanjang atau tidak. Dia bisa leluasa mengerjakan hobinya utak Atik sepeda, buat helm RoboCop( istilah saya untuk helm bekas yang dia modifikasi), hingga mengecat ulang kamarnya. Satu lagi yang sama, sama-sama penyuka kuliner. Akhirnya Mak berburu resep, sebenarnya berburu bahan, sebab anak-anak selalu ada saja resep baru yang dikirim via WhatsApp.

Ya wislah, yang penting happy..sehat iya kenyang pasti. Namun yang jelas. Komunikasi yang efektiflah yang sangat dibutuhkan dalam kondisi di rumah saja. Selebihnya ngikuti secara alamiah. Sebab, ketika kita sebagai ibu yakin, maka semua bisa dikondisikan.

Komentar

Postingan Populer