Teologi Kerukunan ala Ma'ruf Amin






Selama ini kita menunggu apa kata pemimpin Muslim di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia , Indonesia, terkait tragedi berdarah yang menewaskan saudara lainnya Dehli.

Seperti kita tahu , pada Minggu, 23 Februari 2020, umat Islam India memprotes Undang-Undang Kewarganegaraan yang disahkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi. Pasalnya, Undang-Undang ini dianggap bersifat diskriminatif terhadap umat muslim di negara itu.

Dalam Undang-undang baru tersebut, regulasi memberikan status kewarganegaraan kepada imigran. Hanya saja, umat Islam dikecualikan dalam pemberian ini. Keesokan harinya, aksi protes berubah menjadi kerusuhan. Sejumlah foto dan video di media sosial merekam persekusi terhadap seorang muslim yang dilakukan sekelompok umat Hindu. Dimana kerusuhan itu dipicu dari provokasi seorang polisi Hindu radikal.

Setidaknya, 30 nyawa melayang dan ratusan lainnya luka-luka akibat kerusuhan berbau SARA tersebut. Selain itu, sejumlah kendaraan dan bangunan juga rusak usai dibakar massa. Tak hanya bangunan gedung dan rumah tinggal umat muslim, berbagai tempat peribadatan serta kitab suci umat muslim juga dilaporkan menjadi sasaran pelaku persekusi.

Namun dunia Islam diam, Jokowi , yang mendapat penghargaan manusia paling berpengaruh di Asia dan pemimpin negara maju setelah status negara berkembang dicopot Amerika, ternyata juga diam. Muncul Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin ikut  menanggapi.  Menurutnya, perlu ada pertemuan tokoh dunia lintas agama, termasuk Islam dan Hindu agar konflik serupa tidak lagi berulang.

"Kita bercita-cita ingin membangun pertemuan tokoh-tokoh agama dunia. Islam, Kristen, Katolik, kemudian Hindu. Yang nantinya akan melahirkan solusi terhadap kekerasan atas nama agama." kata Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta Convention Center, Sabtu, 29 Februari 2020.


Ma'ruf berkeyakinan, konflik antaragama dapat diatasi hanya dengan adanya kerukunan. "Kita coba membangun teologi kerukunan secara global dan membangun narasi-narasi keagamaan yang menjaminkan kerukunan," ujarnya (Tahar.id, 1/3/2020).

Entah bagaimana yang dimaksud dengan Teologi kerukunan. Yang jelas Teologi atau kadang disebut ilmu agama adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan. Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. (Wikipedia).

Jelas bukan agamanya yang nanti akan mengatur kerukunan. Padahal Islam sudah jauh-jauh hari menyerukan kerukunan. “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat”

HR. Bukhari no. 2442, Muslim no. 2580, Ahmad no. 5646, Abu Dawud no. 4893, at-Tirmidzi no. 1426 ; dari Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma.

Justru hari ini terbalik, Islam dituduh yang menimbulkan huru-hara dan anti toleransi. Jelas ada upaya yang sangat keji untuk mendiskreditkan Islam. Ada pihak yang hendak menjadikan Islam lenyap dan tak lagi memimpin dunia.

Teologi Kerukunan cenderung berbau pluralisme, yang menganggap semua agama sama. Sehingga otomatis kerukunan akan tercapai. Jelas hal yang demikian tak akan mungkin terwujud. Tak ada agama yang menjelaskan dan mampu menerapkan kerukunan secara hakiki kecuali Islam.

Jelas sesuatu yang mustahil. Orang boleh merubah arah angin namun tak kan mampu mengubah datangnya musim. Itu sudah qodratullah.

Lemahnya pemimpin kaum muslim membela saudaranya, bahkan rakyatnya sendiri adalah karena mereka tidak berkeyakinan teguh kepada Islam dengan benar. Mereka hanya mengambil sebagian sementara sebagian yang lain dibuang. Allah sudah memperingatkan hal itu justru akan sangat berbahaya. Yaitu kenistaan hidup di dunia dan siksa yang berat di akhirat.

"Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85).

Maka, tak ada solusi yang hakiki guna menyudahi penderitaan saudara muslim di berbagai belahan bumi selain kembali kepada aturan Islam. Mengambil seluruh syariatnya tanpa ada yang tertinggal, sebagaimana Muhammad Al Fatih ketika menaklukkan Konstantinopel, beliau memasuki masjid Hagia Sofia dan melakukan salat yang pertama, kemudian berpidato kepada seluruh rakyat Konstantinopel bahwa mereka bebas memilih akan tinggal tetap di rumah-rumah mereka atau pergi, semua sama-sama dilindungi oleh daulah Khilafah.

Kaum muslim dan manusia mendapatkan kemuliaannya begitu mereka menerapkan Syariat Islam kaffah. Ini adalah sunnatullah. Wallahu a' lam bish Showwab.

Komentar

Postingan Populer