Pandemi Merebak, Peran Ibu Come Back






Sejumlah provinsi mulai Senin, 16 Maret 2020 meliburkan sekolah, dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA hingga Senin, 30 Maret 2020. Untuk Jawa Timur, gubernur Khofifah Indar Parawangsa memperpanjang lagi hingga 5 April 2020. Langkah itu diambil untuk mengantisipasi penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 di lingkungan lembaga pendidikan. Terlebih di beberapa kabupaten di Jawa Timur, seperti Surabaya, Malang dan Sidoarjo ditetapkan red zone.


Sebagai gantinya, pembelajaran yang biasanya dilakukan di sekolah diubah menjadi di rumah. Siswa tetap mengerjakan semua tugas sekolah meski berada di rumah. Orang tua yang juga bekerja dari rumah diminta untuk mengawasi proses belajar anak selama berada di rumah.


Namun ternyata, sistem belajar di rumah ini tak mudah. Banyak kendala yang dihadapi, diantaranya ketidaksiapan teknik pembelajaran dan sarananya yaitu gadget. Tidak setiap keluarga Indonesia memiliki kesiapan ini. Sehingga beragam keluhan ibu-ibu ketika berganti peran dengan guru dirumah. Viral meme di media sosial tentang keluhan seorang anak yang rindu sekolah sebab ibu di rumah lebih galak daripada gurunya di sekolah.


Dan kendala teknis tak hanya dialami oleh para orangtua, para gurupun tak sedikit yang gaptek ( gagap teknologi). Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan belum semua guru yang siap menerapkan pembelajaran daring.


Indra mengatakan dengan adanya penerapan daring karena adanya bencana non-alam tersebut, maka akan kelihatan bagaimana kualitas guru sesungguhnya. "Sekarang kebongkar semua kan, kalau pelatihan guru yang menghabiskan dana Rp900 miliar pada tahun lalu tidak efektif (republika.co.id, 18/3/2020).


Wabah pandemi Covid-19 memang sungguh luar biasa pengaruhnya. Tak hanya menyebabkan kematian manusia namun juga sistem sosial, ekonomi, keamanan, pendidikan , kesehatan setiap negara. Hingga banyak negara harus menerapkan Lockdown alias kunci gembok untuk setiap kegiatan yang melibatkan masyarakat umum.


Beda negara beda karakter warga negaranya. Namun rata-rata berhasil seperti China sendiri. Sedang Indonesia, sejauh ini masih menetapkan kebijakan Sosial Distacing. Entah sampai kapan, sebab setelah berjalan 9 hari belum juga menunjukkan perubahan. ODP dan PDP semakin hari semakin bertambah. Demikian juga wilayah yang dinyatakan zona merah juga makin meluas.


Dengan kondisi seperti ini, yaitu lamban bahkan lalainya negara dalam mengatasi pandemi Covid-19 memaksa masyarakat untuk lebih kreatif melindungi diri dan keluarganya. Disinilah diuji seberapa besar komitmen para ibu untuk menjadi garda terdepan dalam keluarga.


Di bahu ibulah kesehatan, kenyamanan rumah, konsep belajar di rumah, dan kerjasama anggota keluarga untuk mentaati himbauan pemerintah  sosial distacing diletakkan. Artinya, bagaimana kerjasama umat untuk menghasilkan Covid-19 ini bisa segera teratasi. Membantu nakes dan siapa saja yang mendedikasikan hidupnya untuk melawan Covid-19 ini.


Namun benarlah apa yang dikatakan  Indra Charismiadji , bahwa kita belum siap. Terutama para ibu. Banyak keluhan ketika menghadapi anak sendiri. Padahal logikanya sang anak telah bersamanya sejak masih dalam kandungan.


Mengapa ini bisa terjadi? Patut kiranya kita mengoreksi sistem pendidikan dan kesetaraan gender yang memalingkan fungsi keibuan menuju peran pemberdayaan ekonomi yang digelontorkan pejuang feminisme., Dimana asas pengaturan hari ini adalah sekulerisme kapitalistik.


Dan agenda asing ini dipromotori oleh badan dunia seperti PBB. Melalui United Women ( badan khusus untuk perempuan) mereka menyeru wanita seluruh dunia untuk lebih berdaya. Keluar dari lingkungan fitrahnya, ibu dan pengatur rumah tangga, menjadi mesin ekonomi, tulang punggung negara.


Hasilnya, meskipun promosi kesetaraan gender ini masif dikampanyekan di dunia dengan berbagai cara, namun hingga hari ini tak ada wujud keberhasilannya. Banyak perempuan justru mendadak gagap ketika menghadapi sosial distacing.


Sebagai manusia beriman, kita akan kembalikan semuanya pada Allah SWT. Covid-19 yang kini menghantui masyarakat sejagad, bahwa Covid-19  juga mahkluk Allah SWT. Ia tak pernah meninggakan siklus perkembangbiakannya, sebab itu juga perintah Allah penciptanya.


Maka, hikmah dari semua peristiwa inilah yang harus kita ambil.  Pertama ada kesadaran bahwa virus ini merebak karena negara kita menerapkan kapitalisme, yang menyerahkan mekanisme penyelamatannya pada masyarakat sendiri.


Kedua, moment kebersamaan keluarga ini harus dinikmati dengan positip. Yang selama ini jadi orangtua bayangan sebab lebih banyak asisten yang mengurusi anak dan rumah tangga kini bisa mulai membangun kedekatan dengan anak. Dengan berbagai wasilah para ibu haruslah  menanamkan nilai-nilai utama untuk  pembentukan kepribadian islam generasi.


Ketiga ada kesadaran politik yang harus dibangun, yaitu berjuang bersama umat yang lain untuk mengupayakan sistem pengaturan yang shahih. Dimana penguasa adalah ra'in ( pengurus) dan junnah ( perisai), bukan hanya lip servis menjanjikan sesuatu yang tak pernah ada wujudnya. Wallahu a'lam bish showab.

Komentar

Postingan Populer