Sakit Hati, Lebih Baik Sakit Gigi?

 Ini
sih bukan lagu ya, meskipun di Indonesia ada satu lagu yang liriknya begini. Jika anda tahu, kira-kira kita seumuran deh..hehehehe

Hati memang tempat menimbang. Segala rasa bisa terasa jika hati diberi peran. Maka Allah lebih bijak dengan memberi manusia akal, sebagai pembeda. Dan perempuan rasanya lebih peka kalau sudah ngomongin hati. Konon, bersih dan rapihnya rumah tergantung suasana hati, juga tergantung tanggalnya berapa hari ini, itu kata tetangga, tetangga kog gitu sih?

Seorang teman bercerita betapa sakit hatinya dia ketika yang ia anggap rahasia justru jadi santapan publik. Gak sekali dua tapi seringkal. Hingga ia berusaha tidak bertemu langsung dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Saya berpikir bisa sampai segitunya ya?

Ada juga yang berniat akan menyimpan sakit hati sampai dia mati. Padahal orang yang buat dia sakit hati sudah beneran mati. Sewaktu saya tanya kenapa kog mau-maunya buang energi sakit hati sih, kan ada Allah yang Maha Menghitung? jawabnya kamu gak tahu sih betapa sakitnya hati ini, eh...ini lirik lagu bukan ya, hehehe..jadi trauma..😁

Ada yang kalau orang Jawa bilang " dodone jembar" alias dadanya lebar, satu kiasan untuk mereka yang mudah sekali memaafkan bahkan melupakan. Disakiti sesakit-sakitnya tetap diam dan menerima dengan legowo. Kalau bisa di periksa dalam sepertinya hatinya banyak balutan perban namun tetap berdenyut mengalirkan darah kehidupan.

Bagaimana Islam menyikapi soal sakit hati?  Pada tahun ke-10 kenabian, Rasulullah SAW ditinggal dua orang terkasih yang selama ini membantu dakwah belaiu yaitu Khadijah RA, istri beliau dan Abdul Thalib sang paman. Namun dakwah harus terus berjalan, maka Rasul bermaksud meminta dukungan dari penduduk Thaif. Beliau berjalan kaki,  menuju Thaif  bersama Zaid bin Harisah selama 10 hari.

Di Thaif, Nabi bertatap muka dengan pembesar Bani Tsaqif: Abdi Talel, Khubaib dan Mas'ud. Kepada mereka kekasih Allah ini mengenalkan tauhid. Begitu tragis, utusan Allah ini justru menjadi target pelecehan, penghinaan, umpatan, yang diluapkan dengan kata-kata kotor.

Rasul dilempari batu hingga terluka. Dalam kondisi terserang, Zaid melindungi Rasul hingga mengakibatkan kepalanya terluka. Keduanya melarikan diri ke kebuh milik `Utbah bin Ra bi'ah.

Di sana mereka beristirahat dan mengobati luka. Ketika itu Rasulullah bermunajat kepada Allah SWT agar dirinya dikuatkan menghadapi cobaan yang begitu berat.

Allah SWT menjawab doa sang nabi. Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatanginya. Jibril bertutur kepada sang Nabi,” Apakah engkau mau aku timpakan dua gunung kepada mereka (masyarakat Thaif)? Kalau itu kau inginkan maka akan aku lakukan.”

Namun, Rasul tidak menghendakinya. Bahkan dia mengharapkan Allah akan menciptakan generasi bertakwa yang lahir dari tulang rusuk masyarakat di sana. (HR Bukhari nomor 3.231 dan Muslim nomor 1.795).

Seharusnya Rasul lebih berhak sakit hati, namun ternyata ada yang lebih besar daripada sekedar meluapkan sakit hati. Sebab itu adalah hal instan yang termudah. Apalagi ada malaikat Jibril yang siap menuntaskan rasa sakit hati itu. Inilah kearifan dan optimisme Rasulullah yang  menunjukkan kesabaran yang luar biasa.


Meski dicemooh dan dianiaya, Nabi Muhammad tidak memiliki dendam menghadapi masyarakat Thaif. Karena itulah dia termasuk dalam Rasul Ulul Azmi yang kesabarannya sungguh luar biasa. Allah berfirman, Bersabarlah, seperti para Ulul Azmi (QS al-Ahqaf: 35), ( republika.co.id, 11/11/2018).

Seandainya saat itu nafsu yang lebih menguasai Rasulullah tentu kita hari ini tak akan mungkin menikmati indahnya Islam dan menjadi umat Rasulullah yang berhak mendapatkan surga dan RidaNya Allah. Hal yang lebih penting adalah manajemen rasa sakit hati itu sendiri, jika menyangkut fisik Rasulullah tidak marah. Namun jika sudah menyangkut risalah yang beliau bawa, yaitu agama Islam. Rasul akan menunjukkan bahwa sakit hati menjadi wajib.

Apa kabar penguasa muslim hari ini? sakit hati kalian hari ini terbalik-balik. Kritik dan peringatan rakyat kau anggap ancaman. Kau takut kedudukanmu goyah dan terjatuh ke bawah. Hinakah menjadi orang biasa? saya rasa lebih hina jika menjadi pemimpin namun tak satupun yang ia putuskan berasal dari syariat Allah. Padahal standar baik buruk itu bukan akal manusia tapi syariat yang mulia.

Jika itu atas nama Islam semua kau anggap buruk, masjid kau awasi, kurikulum agama Islam dirombak, Khilafah di anggap tidak relevan. Bahkan mereka yang bicara Islam kau anggap radikal. Mengapa tak berusaha mengelola sakit hati pada tempatnya saja, yaitu kepada kafir barat yang terus menerus merongrong kekayaan negeri ? yang selalu memberi kado kuda Troya, manis dalam penampilan, isi berupa racun mematikan?

Allah SWT telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta jangan mengkhianati amanah-amanah kalian, sementara kalian tahu (TQS al-Anfal [8]: 27).

Menurut Ibnu Abbas ra., ayat tersebut bermakna, “Janganlah kalian mengkhianati Allah dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban-Nya dan jangan mengkhianati Rasulullah dengan menanggalkan sunnah-sunnah (ajaran dan tuntunan)-nya…” (Al-Qinuji, Fath al-Bayan fî Maqâshid al-Qur’ân, 1/162). Wallahu a'lam Bu ashowab.

Komentar

Postingan Populer