Jer Basuki Mawa Beyo


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Hari ini, hari yang paling ditunggu wali murid sedunia, eh..seIndonesia aja deh. Yaitu pertemuan wali murid. Kalau muridnya dibuat deg-degan dengan agenda masa orientasi sekolah. Orangtuanya ya hari ini. " Bayar Piro' seakan tercetak dengan ketokan palu godam sang Arthur di benak setiap orang.

Sudah bukan rahasia lagi, jika pertemuan wali murid yang ini bukan saja bahas sosialisasi program namun juga sekaligus pembiayaannya. Setiap angkatan patokan nominalnya berbeda namun alasannya sama. Sekolah butuh bantuan untuk operasional.

Dan sudah lazim juga jika pemerintah minim pendanaan. Tahun ajaran 2019/2020 APBN untuk pendidikan dialokasikan 20% meskipun sudah  ada kenaikan Rp4,6 T dari RAPBN 2019. Namun tetap saja ada kekurangan pembagiannya ke daerah karena luasnya wilayah. Dan minimnya sarana dan prasarana setiap sekolah yang ada di tanah air.

Ini sebetulnya adalah persoalan yang tak bisa dianggap sepele. Terlebih ketika mengkaji Islam kaffah. Karena ada kesalahan pengurusan sebagai akibat dari landasan berpikir yang dibangun diatasnya batil. Ya, batil karena berdasarkan pemikiran sekuler. Pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga aturan muncul dari benak manusia yang penuh kepentingan.

Bagaimanapun sekolah bukan lembaga keuangan. Dan selamanya begitu. Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan yang tujuannya adalah mencetak generasi yang cemerlang, tangguh dan bersyaksiyah Islam yang sempurna. Namun jika pembiayaanpun dibebankan maka orientasi sekolah jadi terbagi. Jangan bicara sekolah swasta yang memang sejak awal sudah mandiri. Namun bagi rakyat papa yang itu jumlahnya lebih dari separo jumlah penduduk Indonesia jelas ini memberatkan.

Riuh rendah suara wali murid begitu dibeberkan berapa kebutuhan sekolah. Kemudian dibagi jumlah murid dan ketemu nominal yang harus dicicil meskipun boleh hingga tiga tahun bagi yang reguler atau dua tahun bagi yang ekselerasi. Tetap memunculkan wajah-wajah lesu seketika. Karena pupuslah harapan mereka sekolahkan  buah hati di sekolah negeri dengan harapan biaya lebih murah daripada swasta.

Nyatanya sama saja. Terbayang pula kebutuhan hidup yang sudah lama tidak kompromi. Membuat kepala ayah makin menua sebelum waktunya dan ibu makin resah. Apalagi yang usia anak berdekatan sehingga biaya sekolahpun berurutan.

Dan anehnya, kemudian dimunculkan opini, makanya jangan punya anak banyak. Bakal susah hidupnya karena biaya hidup mahal. Atau malah lebih parahnya, membenarkan semboyan jer basuki mowo beyo atau jika ingin sukses maka butuh biaya. Kemudian logika sesat ini disuntikkan ke setiap kepala wali murid, memang benar, orangtua mana yang mau anaknya tak sukses, belajar gak nyaman dan berprestasi ogah-ogahan karena gak ada fasilitas.

Kemudian dengan keji opini terus bergulir, masak untuk anak perhitungan. Nilai segitu gak seberapa lo dibandingkan dengan ilmu yang didapat. Lagian kan wajar, zaman gini apa-apa memang sudah mahal, apalagi sekolah. Kita kan niatnya baik, pasti akan dipermudah Allah, dibanyakin rejekinya dan dimudahkan usahanya. Dan banyak lagi, akidah berputar dengan politik, syariat berputar dengan logika hingga muncul kejumudan.

Hei, saatnya bangun! bangunlah dari narasi-narasi sesat yang minus fakta. Jer basuki mowo beyo memang bagian dari hukum sebab akibat namun jika itu disandarkan kepada masyarakat ini yang kurang tepat. Karena pastinya pertama,  tidak setiap wali murid sama kemampuan ekonominya. Kedua, ini adalah bentuk pengabaian fungsi negara. Disisi lain sekolah tak boleh memungut biaya apapun kepada wali murid. Namun disisi lain pemenuhan kebutuhan sekolah dibatasi dan disendat hingga tidak turun tepat pada waktunya. Padahal proses belajar mengajar adalah kegiatan rutin yang setiap hari terus ada.

Sungguh menyedihkan hidup di negara kapitalis, segala sesuatu diperhitungkan untung ruginya. Padahal Allah dan RasulNya telah memberi jalan dan pengajaran yang sempurna. Sayangnya kita ragu bahkan tetap berkiblat pada tata kelola pendidikan ala luar negri. Apa hebatnya mereka jika pulang hanya mampu menyiarkan sekuler dan malah mengajak kaum muslim untuk mengikuti milah mereka, yaitu pemikiran dan peradaban kufar?

Satu jalan yang harus ditempuh. Menjadikan pendidikan generasi kembali on the track. Baik dari sisi sarana dan prasarana berikut dengan kurikulum dan tenaga pendidiknya. Mekanisme pembiayaanpun dengan skema yang sudah ditetapkan AllahAllah yaitu pos-pos di baitul Maal,  sehingga manusia tinggal menerapkan. Upaya mengembalikan pengaturan yang sahih ini memang bukan hal yang mudah, namun jika untuk masa depan yang lebih baik kenapa tidak?

Komentar

Postingan Populer