Akehono Panyukurmu, Supoyo Lali Carane Sambat


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Hem..pelajaran bahasa Jawa terakhir tahun berapa ya? hehehe..kadang prihatin juga lihat anak-anak zaman sekarang. Bahasa ibu gak pakai bahasa asingpun gak mumpuni. Sehari-hari anak di rumah berkomunikasi dengan orangtua berbahasa Indonesia. Sementara diluar   dengan bahasa jawa, meskipun ngoko gak kebayang aja mereka ternyata lebih banyak kosakata Jawanya dibanding di rumah.


Belum lagi pelajaran bahasa di sekolah, bahasa Inggris, Jerman, Jepang, Korea dan lain-lain siswa dituntut bisa. Demikian juga dengan bahasa Arab, namun bahasa yang terakhir jarang peminatnya. Kalau sekarang mau kursus bahasa Arab selalu ditanya, "Mau kemana kog belajar bahasa Arab, mau jadi TKW ya.."


Hem...dasar otak sumbu pendek, apakah belajar bahasa Arab itu hanya untuk bekerja di Arab. Apa mereka tidak tahu, bahwa  bahasa penduduk Surga adalah bahasa Arab?


Eitss...ngelantur..saya bukannya mau cerita soal bahasa, namun tulisan yang ada dipunggung sebuah mikrolet. Seperti biasa, ini hasil dari gojek anak dari dan ke sekolah.

Makna tulisan yang saya buat judul dalam banget. Terjemah bebasnya banyak-banyaklah bersyukur supaya lupa caranya mengeluh.

Memang salah satu sifat manusia adalah banyak mengeluh. Allah berfirman,“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan dia menjadi kikir.” (QS. Al-ma’arij: 19-21)

Maka sifat itu akan selalu melekat dalam diri manusia sepanjang dia tak berusaha mencari solusinya. Keluhan itu muncul karena adanya ketidaknyamanan dari sebuah persoalan dan ketika harus mencari solusi tak mendapatkan yang pas. Namun tak jarang keluhan muncul karena kurang sabar, inginnya segala sesuatu sesuai keinginannya dan tanpa memikirkan  bagaimana prosesnya. Maunya instan.

Padahal, menikmati proses itu adalah penting, sehingga kita benar-benar akan menghargai kegagalan maupun kemenangan.  Terkait persoalan hingga membuat manusia mengeluh itu ada tidak pada zaman ini saja, para Nabi dan Rasulpun diuji dengan keluhan. Terlebih mereka adalah qudwah dan teladan umat pada masanya. Ada nabi Nuh yang mengeluhkan umatnya yang tak mau beriman kepada Allah, nabi Musa tentang ayahnya yang menjadi pemahat patung berikut memujanya.

Nabi Luth dengan prilaku kaumnya yang kelewatan. Nabi Muhamad dengan pamannya yang besar jasanya kepada Islam namun enggan bersyahadat dan lain-lain. Padahal, obatnya hanya satu, yaitu banyak bersyukur. Dan para Nabi dan Rasul pulalah contoh bersyukur yang terbaik.

Allah berfirman dalam Surat Ibrahim 14:7 :

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Banyak bersyukur itu perintah Allah. Bisa dengan zikir, salat dan amal ibadah yang lain. Namun ada yang lebih baik dari semua itu, yaitu berjuang  menerapkan seluruh syariat Allah, karena itulah hal yang paling urgen hari ini. Dengan banyak bersyukur, mengkaji pelajaran dan kemudian menerapkannya, kita akan tahu kemana arah melangkah.

Hidup menjadi lebih produtif. Menghasilkan amal-amal yang terbaik hingga tak lagi mengingat bagaimana caranya mengeluh. Karena mengeluhpun tak menyelesaikan persoalan. Terlebih jika sudah tahu solusinya hanyalah Islam. Maka jika ada manusia yang mengaku muslim namun enggan dengan solusi Islam bahkan menentang atau mengambil pendapatnya sendiri jelas keIslamannya patut dipertanyakan.

Komentar

Postingan Populer