Masyarakat Penyampah Opini


Oleh : Rut Sri Wahyuningsih

Merasa gerah dengan update berita mbah Google beberapa waktu terakhir. Berita pernikahan salah satu artis ternama Indonesia, yang perhelatan acaranya diadakan di Negeri Sakura, Jepang. Meskipun tidak pernah klik " baca lebih lanjut" tapi karena berita yang diulang-ulang setiap harinya akhirnya memperjelas kronologis ceritanya.

Hingga galaunya sang mantan, sejak berita pernikahan masih rumor sudah menghiasi headline update Google. Untuk memperkuat berita ditambahkan foto-foto ketiganya. Seakan meminta dunia hari ini merekalah fokusnya.

Era digital memang tak bisa dihindari. Cepatnya berita dishare dan diakses menjadikan setiap peristiwa berpeluang booming. Apapun alasannya. Apapun beritanya. Dan apapun tanggapan netizennya. Makin dicari media akan makin menggorengnya.

Akhirnya, secara tidak langsung masyarakat terdidik untuk melahap berita ecek-ecek. Apa pentingnya memblow up pernikahan seseorang, sekalipun ia seorang ternama? Namanya jodoh ditangan Allah dan hari itu mereka diqadhakan Allah berjodoh, sudah..selesai...apalagi yang perlu dibahas?

Saking seringnya masyarakat melahap berita gak penting, diajak berpikir serius jadi beban. Sadarkan kita bahwa ini jebakan? Dan media adalah cara terlaris melancarkan jebakan itu terjadi. Menggilas akal sehat umat.

Di tengah keterpurukan kaum muslimin. Pemeluknya dilecehkan,  ajarannya diutak atik, simbolnya dikriminalisasikan, SDAnya dijajah, SDMnya dibodohkan dan lain -lain.  Mereka tak mampu mencerna secara benar mana yang harus diambil tindakan lebih dulu. Jangankan bersuara menyerukan kembali kepada Islam, mengingat  wajibnya mengembalikan kesadaran umat saja mereka tak kuasa. Benak mereka penuh dengan angan-angan gaya hidup selebriti dan pesohor negeri.

Inilah jebakan kaum kufar melalui media, mereka yang menguasai pusat-pusat pemberitaan. Mereka yang memiliki massa militan. Terbukti dari sebuah penelitian bahwa angka  penikmat konten-konten berita dan hiburan semakin hari semakin besar. Menurut penelitian yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial.

Dari laporan berjudul "Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World" yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen (KOMPAS.com1/3/2019)

Sehingga mudah bagi mereka  mengendalikan berita apa yang harus jadi opini publik. Sebisa mungkin tidak mengarah pada pencerdasan umat muslim. Bahkan makin menggambarkan bahwa jika Islam kembali memimpin adalah bencana yang sesungguhnya. Astaghfirullah..semestinya kita bisa menjadi lebih bijak, namun sulit jika sendiri.

Bagaimana media dalam Islam? Syeh Taqiyyudin An Nabhani menjelaskan dalam kitab Ad Daulah Islamiyyah bahwa media yang berada di bawah departemen penerangan, akan berkontribusi penuh untuk menyajikan konten-konten positip sesuai syariat. Selain menjadi pusat informasi dari Kholifah, juga menjadi pusat edukasi. Seluruh sarana dan prasarana yang menghambat tujuan media, yaitu pencerdasan umat dan penjagaan akidah akan dihilangkan. Sehingga umat benar-benar fokus pada apa yang menjadi kewajibannya. Yaitu beribadah kepada Allah SWT.

Karena sepenuhnya berada dalam pengawasan daulah maka Ketakwaanpun terjaga hingga tidak fokus pada amal-amal yang melalaikan dari mengingat Allah. Masyarakat sadar bahwa hidup lebih berharga daripada hanya menggoreng berita rumah tangga orang ataupun berita sampah lainnya.

Allah berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu ( Qs Al Hujarat 49:6).
Wallahu a'lam biashowab.


Komentar

Postingan Populer