Kelas Kesehatan Ala BPJS

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih Serasa diiris sembilu ketika bu menteri ekonomi kita tercinta , Sri Mulyani mengatakan BPJS kesehatan cuma gratis buat orang miskin. Bagi para pekerja tetap dan tidak tetap harus membayar iuran. Menurutnya lagi, BPJS Kesehatan itu Universal Health Coverage, bukan berarti semua gratis. Yang gratis itu bagi mereka yang miskin. 25% dari penduduk paling miskin. Pekerja tetap dan tidak tetap bayar iuran (CNBC Indonesia, 28/2/2019). Maka....menurutnya lagi, yang harus diperbaiki adalah siapa yang bayar dan siapa yang disubsidi. Pemerintah tetap akan menggunakan instrumen APBN untuk kesehatan dan pendidikan. Sehingga apa yang menjadi tugas pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat tetap berjalan. Pertanyaannya, apakah orang kaya bukan manusia, sehingga ia tak bakal sakit? atau kalaupun sakit gak akan parah, paling-paling macam mak-mak milenia, tiga hari sembuh. Karena aturan minum obatnya jika dalam tiga hari tidak sembuh harus ke dokter, itu berat...hanya mak yang tahu..🙄🙄🙄 Sakit adalah fitrah. Dan berobat adalah sunnah. Dalam tataran berbangsa dan bernegara, maka urusan kesehatan untuk rakyat itu adalah kewajiban negara. Tidak boleh diwakikan. Jatuhnya adalah dosa. Karena kesehatan bagian dari kebutuhan dasar manusia yang harus dijamin keberlangsungannya. Sayangnya pemerintah justru mengalihkan kewajiban ini kepada BPJS kesehatan, yang ia berbasis asuransi. Ada pembayaran premi. Alasannya saling subsidi, yang kaya mensubsidi yang miskin. Padahal ada yang tidak pernah memanfaatkan karena terus sehat, namun ia tak bisa mengklaim uangnya, karena ia sehat. Demikian pula ada yang baru bayar premi satu dua kali sakitnya sudah kronis hingga butuh plafon jutaan, uang siapa? Apakah ada akod pinjam meminjam sebelumnya antar nasabah? Kebatilannya tidak sampai disitu. Tahun lalu BPJS melist daftar penyakit yang tidak di cover lagi, dikarenakan defisit, sementara penyakit-penyakit tersebut termasuk pengobatan besar dan jangka panjang. Lagi-lagi itu hanyalah kedok, karena semua dana premi yang masuk ke BPJS diinvestasikan. Sah, karena ada payung hukumnya. Wajar jika pada saat klaim pembayaran susah keluar dananya, macam air PDAM kalau sudah pukul 06.00. macet cet..Rumah sakit merugi, dokter menjerit ( ia kan juga manusia..), apalagi pasiennya..terpaksa pulang, sambil menelan mentah-mentah slogan, " Bapak sudah sembuh, silahkan lanjutkan perawatan di rumah." Atau " kamar kelas III kosong , tinggal kelas I, bagaimana, apa tetep ambil dengan konsekwensi kalau plafonnya kelebihan bayar sendiri?" derita rakyat masih berlanjut meskipun ia pulang sudah menjadi mayat, tak ada ambulance atau angkutan. Masihkah betah bertahan dalam sistem yang tidak manusiawi ini? Kita muslim, kita punya segalanya. Aturan hidup, tuntutan dalam hidup dan Sang Pemilik Hidup, yaitu Allah. Maka nikmat yang mana lagi yang engkau dustai? Terapkan saja apa yang menjadi keridhaan Allah, agar berkah dunia akhirat. Urusan kesehatan hanya salah satu yang nanti akan dijamin dalam islam. Dengan jaminan penuh, tanpa ragu. Bagaimana tidak, jika ekonomi Islam diterapkan. Jelas pembagian kepemilikannya, maka negara akan cukup punya dana dari baitul maal untuk membiayai seluruh kebutuhan dasar rakyat, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, sosial, keamanan dan sebagainya. Negara juga akan mengalokasikan dana untuk riset iptek dibidang kesehatan. Agar makin memudahkan proses penyembuhan. Hingga semua penyakit bisa disembuhkan dan dicegah. Tak makan waktu dan biaya. Hingga tak ada lagi jargon orang sakit dilarang sakit atau orang miskin gratis dan sebagainya. Wallahu a'lam biashowab.

Komentar

Postingan Populer